Standard Pengelolaan Pendidikan, Bidang Keuangan dan Pembiayaan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (Permendiknas No. 19 Tahun 2007) yaitu : Butir b, 4 bahwa “pembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan anggaran, untuk dilaporkan kepada komite sekolah/madrasah, serta institusi di atasanya”; Butir d bahwa “ pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menjamin tercapainya pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel”.
Kurang transparannya pengelolaan keuangan sekolah, berpotensi terjadinya penyalahgunaan dana investasi sekolah untuk kepentingan pribadi atau oknum-oknum tertentu dalam lingkungan lembaga pendidikan. Oknum-oknum tersebut adalah kepala sekolah, bendahara sekolah dan komite sekolah. Sementara warga sekolah yang lain seperti guru, karyawan, siswa dan masyarakat tidak bisa berbuat banyak. Sehingga sering mendapatkan kritik pedas dari warga masyarakat yang peduli dengan dunia pendidikan. Namun kritikan tersebut membuat oknum tidak menjadi gentar, tetapi malahan semakin merajalela karena masyarakat dianggapnya bodoh dan tidak tahu manajemen keuangan.
Peran komite sekolah adalah melakukan evaluasi dan pengawasan dalam pengelolaan dana sekolah dan bersama pihak sekolah melaporkan serta mempertanggungjawabkan kepada otoritas yang lebih tinggi dan masyarakat umum. Namun peran komite lebih condong/memihak pada sekolah dari pada membela kepentingan siswa dan masyarakat.
Digulirkannya program sekolah gratis untuk SD dan SMP Negeri mulai Januari 2009, membuat pihak sekolah berteriak-teriak lantang dengan alasan dana yang alokasikan pemerintah tidak cukup. Padahal pemerintah sudah memperhitungkan dengan seksama bahwa dana tersebut cukup untuk biaya operasional pendidikan. Mereka yang berteriak-teriak itu adalah oknum yang sudah biasa menikmati dana investasi sekolah. Sebelum digulirkan program sekolah gratis, dana investasi sekolah bisa untuk bancakan oknum-oknum di sekolah dan sekarang oknum-oknum tersebut gigit jari sambil menahan nyerinya sakit kepala.
Akhirnya kegiatan-kegiatan yang dianggap tidak penting ditiadakan dengan alasan dana tidak ada. Padahal kegiatan tersesbut sangat disukai siswa seperti ekstrakurikuler Pramuka, PMR, KIR, Komputer dan lain sebagainya. Sehingga siswa hanya dijejali ilmu-ilmu yang bersifat pengetah uan (kognitif). Pembelajaran dari aspek afektif dan psikomotorik tidak pernah tersentuh, dengan demikian siswa mengalami kejenuhan, bosan, dan tidak nyaman lagi di sekolah. Tentunya siswa mudah terserang stress, depresi, tertekan dan mudah tersinggung. Didalam kelas siswa biasa berkelai, melawan guru atau menciptakan kesibukan sendiri dari pada mendengarkan mengikuti pelajaran. Siswa mestinya memecahkan suatu masalah dalam pelajaran tetapi siswa sekarang lebih senang memecahkan kaca-kaca jendela kelas.
Guru-guru Indonesia belum mampu berkompetensi dalam era pengetahuan. Guru lebih banyak menjadi konsumen dari pada produsen, sehingga kualitas pembelajaran pada perserta didik tidak siap.
Departemen Pendidikan Nasional akan merumuskan 3 kompetensi kunci untuk melengkapi system kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang saat ini sedang diimplementasikan di sekolah-sekolah. E-learning adalah model pembelajaran elektronik, yang mengusung teknologi digital sebagai medium utama proses pembelajarannya. E-learning juga disebut sebagai bentuk pembelajaran yang diperkaya oleh teknologi digital. Penguasaan Teknologi Informasi tunjang profesionalitas guru. Peran TI sangat strategis untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar di kelas maupun dalam bidang majemen system pendidikan.
Hal tersebut menunjukan bahwa baik-buruknya kualitas pendidikan seolah-olah ditentukan pada metode yang dipakai guru dalam mengajar. Tak henti-hentinya pakar-pakar pendidikan berteriak lantang menyuarakan pentingnya metode pembelajaran. Guru selalu menjadi obyek penderita bagi dunia pendidikan. Guru selalu pada pihak yang lemah namun dituntut harus menjadi seorang hero yang mampu merubah bangsa yang terbelakang menjadi bangsa yang superior.
Kurang transparannya pengelolaan keuangan sekolah, khususnya untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, sering diteriakan masyarakat melalui media masa. Tidak transparannya pengelolaan keuangan, berakibat banyak dana investasi pendidikan yang tidak sesuai peruntukannya. Guru dan karyawan diharuskan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat yang tidak diberi uang imbalan, sehingga guru tersebut manjadi malas bekerja dan tidak produktif. Fasilitas pendidikan dan alat peraga pembelajaran tidak pernah diadakan, sehingga pembelajaran hanya berkisar tulis-menulis yang monoton dan membosankan siswa.
Yang tahu larinya dana pendidikan adalah bendahara sekolah dan oknum yang lain. Sementara guru, siswa dan masyarakat tidak tahu, karena tidak adanya laporan dana investasi secara transparan. Sementara peran komite terdistorsi (peran dan fungsi komite membuat kepercayaan masyarakat semakin tipis). Seolah-olah peran komite sebagai pengacaranya sekolah atau selalu berpihak pada sekolah.
Mungkin dugaan masyarakat itu benar, bahwa dana pendidikan ada yang disalahgunakan. Kalau memang benar mestinya peran penegak hukum sangat diharapkan untuk menertibkan sekolah-sekolah dalam penggunaan dana pendidikan. Kenyataan di lapangan, bahwa tak satupun sekolah yang di audit baik oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) maupun BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan).
Dana investasi sekolah sangatlah cukup untuk kemajuan pendidikan. Sumber dana investasi berupa BOS dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dana rutin dari pemerintah dan dana dari donatur. Namun sekolah tersebut tidak ada tambahan fasilitas pendidikan yang berarti dan guru semakin tidak produktif karena tidak pernah menikmati hasil kerja kerasnya alias guru hanya kerja gotong-royong seperti relawan.
Apabila pengelolaan dana investasi sekolah benar-benar sesuai peruntukannya, sekolah-sekolah di Indonesia sudah lebih maju dan mampu bersaing dengan dunia pendidikan di Negara-negara Eropa. Namun sebaliknya, pelajar Indonesia sekarang ini sangat jauh ketinggalan alias gaptek (gagap teknologi) dengan negara-negara Eropa. Berarti salah satu yang menghambat kemajuan pendidikan Indonesia adalah pengelolaan dana investasi pendidikan kurang optimal.
Rabu, 23 Desember 2009
Kebijakan Sistem Penilaian Pendidikan
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Olehnya itu perlu suatu cara yang sistematis dan obyektif agar bisa maksimal sesuai apa yang diharapkan. Sistem penilaian dalam menentukan sistem pendidikan.
Sistem penilaian hasil belajar adalah keseluruhan komponen penilaian yg berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar.
Ada beberapa teknik penilaian di sekolah, antara lain berbentuk ulangan, ujian, pengamatan, portofolio dan penugasan yang diberikan guru kepada siswa.
Penilaian hasil belajar didasarkan atas prinsip-prinsip sahih, obyektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria dan akuntabel.
Sedangkan penilaian hasil belajar (HB) untuk pendidikan dasar dan menengah dilakukan pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah. Penilaian pendidik meliputi penugasan dan portofolio, pengamatan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas.
Penilaian lain adalah penilaian satuan pendidikan, yang meliputi rapat dewan pendidik dan ujian sekolah (US), sedangkan penilaian pemerintah dilakukan melalui ujian nasional (UN).
Penilaian melalui pengamatan berfungsi untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam kelompok mata pelajaran seperti agama dan akhlak mulia serta kewarganegaraan dan kepribadian, sedangkan penilaian melalui penugasan, ulangan dan ujian berfungsi untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam kelompok mata pelajaran IPTEK , estetika, olah raga dan kesehatan.
Sistem penilaian hasil belajar adalah keseluruhan komponen penilaian yg berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar.
Ada beberapa teknik penilaian di sekolah, antara lain berbentuk ulangan, ujian, pengamatan, portofolio dan penugasan yang diberikan guru kepada siswa.
Penilaian hasil belajar didasarkan atas prinsip-prinsip sahih, obyektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria dan akuntabel.
Sedangkan penilaian hasil belajar (HB) untuk pendidikan dasar dan menengah dilakukan pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah. Penilaian pendidik meliputi penugasan dan portofolio, pengamatan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas.
Penilaian lain adalah penilaian satuan pendidikan, yang meliputi rapat dewan pendidik dan ujian sekolah (US), sedangkan penilaian pemerintah dilakukan melalui ujian nasional (UN).
Penilaian melalui pengamatan berfungsi untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam kelompok mata pelajaran seperti agama dan akhlak mulia serta kewarganegaraan dan kepribadian, sedangkan penilaian melalui penugasan, ulangan dan ujian berfungsi untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam kelompok mata pelajaran IPTEK , estetika, olah raga dan kesehatan.
Akreditasi Sekolah / Madrasah
Mari kita mencoba menyederhanakan semuanya menjadi lebih simpel tanpa mengurangi makna dan tujuan akreditasi baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Akreditasi yang dilakukan oleh BAN ( Badan Akreditasi Nasional) merupakan suatu evaluasi secara keseluruhan dari suatu lembaga pendidikan dalam pelaksanaan dan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. BAN akan memotret secara lebih mendetail terhadap suatu lembaga pendidikan dan hal ini yang membuat sekolah merasa perlu juga untuk memberikan suatu pemandangan indah terhadap hasil akhir photografi BAN. Tetapi bukan berarti mengadakan sesuatu yang tidak ada, biarlah pemandangan itu apa adanya sehingga naturalisme sekolah tampak dan terintegrasi dalam keseharian. BAN akan mencoba memotret sekolah dari sisi fisik (baca; bukti fisik penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan), hal ini jelas menggambarkan secara keseluruhan bagaimana lembaga pendidikan tersebut melaksanakan penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan selama 5 tahun terakhir.
Walaupun ada beberapa kelemahan dan terkesan memaksakan keadaan dilapangan dalam pelaksanaan akreditasi yang dilakukan oleh BAN tetapi bukan berarti sekolah harus meng-eksplore hal tersebut. Menjadikan instrumen akreditasi dari BAN sebagai suatu pola penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang ideal itu lebih penting daripada kita harus mengeksploitasi kesalahan yang dilakukan oleh BAN sebagai lembaga yang menyelenggarakan akreditasi.
Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan dan pelayanan pendidikan kepada masyarakat haruslah bertindak ideal sesuai dengan visi dan misi sekolah itu sendiri, tindakan ideal ini membuat sekolah akan merasa siap dengan apapun yang akan dilakukan oleh pemerintah, baik berupa akreditasi, evaluasi atau apapun namanya. Hasil akhir dari akreditasi merupakan gambaran secara umum potret sekolah dilihat dari sisi pemerintah maupun dari sisi masyarakat.
Dengan hal diatas maka pihak lembaga pendidikan sangatlah perlu untuk mempersiapkan segala sesuatunya dalam menghadapi akreditasi karena sangat tidak mungkin hanya dalam waktu 2-3 hari BAN akan memotret sekolah secara menyeluruh jika pihak sekolah tidak mampu bekerja sama dengan BAN.
Berikut beberapa tips dalam menghadapi akreditasi :
1. Recording Process (Proses Perekaman)
2. Mixing Process (Proses Penataan)
3. Mastering Process (Proses Pengkajian)
Setelah melewati serangkaian proses diatas, seharusnya segala hal yang berhubungan dengan instrumen akreditasi sudah tersedia atau bahkan lebih baik dari beberapa instrumen yang ada. Tetapi akan menjadi tidak indah seandainya kita tidak menata ulang apa-apa yang diperlukan untuk memenuhi instrumen akreditasi tersebut. BAN akan memotret keadaan sekolah, maka kita harus menata secara keseluruhan intrumen yang ada menjadi suatu pemandangan yang indah untuk dipotret. Hal ini bisa berupa dengan menitik beratkan kebutuhan yang ada dalam instrumen akreditasi, atau dengan menyediakan hal-hal yang terlupakan untuk disiapkan. Sekolah bisa memberikan tanda-tanda khusus yang terkait dengan instrumen akreditasi.
Mudah-mudahan ini bisa membantu sekolah-sekolah yang baru pertama kali menghadapi akreditasi atau bahkan bagi sekolah yang sudah berkali-kali kedatangan tim akreditasi. Menjadikan akreditasi sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan dan menantang.
Walaupun ada beberapa kelemahan dan terkesan memaksakan keadaan dilapangan dalam pelaksanaan akreditasi yang dilakukan oleh BAN tetapi bukan berarti sekolah harus meng-eksplore hal tersebut. Menjadikan instrumen akreditasi dari BAN sebagai suatu pola penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang ideal itu lebih penting daripada kita harus mengeksploitasi kesalahan yang dilakukan oleh BAN sebagai lembaga yang menyelenggarakan akreditasi.
Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan dan pelayanan pendidikan kepada masyarakat haruslah bertindak ideal sesuai dengan visi dan misi sekolah itu sendiri, tindakan ideal ini membuat sekolah akan merasa siap dengan apapun yang akan dilakukan oleh pemerintah, baik berupa akreditasi, evaluasi atau apapun namanya. Hasil akhir dari akreditasi merupakan gambaran secara umum potret sekolah dilihat dari sisi pemerintah maupun dari sisi masyarakat.
Dengan hal diatas maka pihak lembaga pendidikan sangatlah perlu untuk mempersiapkan segala sesuatunya dalam menghadapi akreditasi karena sangat tidak mungkin hanya dalam waktu 2-3 hari BAN akan memotret sekolah secara menyeluruh jika pihak sekolah tidak mampu bekerja sama dengan BAN.
Berikut beberapa tips dalam menghadapi akreditasi :
1. Recording Process (Proses Perekaman)
2. Mixing Process (Proses Penataan)
3. Mastering Process (Proses Pengkajian)
Setelah melewati serangkaian proses diatas, seharusnya segala hal yang berhubungan dengan instrumen akreditasi sudah tersedia atau bahkan lebih baik dari beberapa instrumen yang ada. Tetapi akan menjadi tidak indah seandainya kita tidak menata ulang apa-apa yang diperlukan untuk memenuhi instrumen akreditasi tersebut. BAN akan memotret keadaan sekolah, maka kita harus menata secara keseluruhan intrumen yang ada menjadi suatu pemandangan yang indah untuk dipotret. Hal ini bisa berupa dengan menitik beratkan kebutuhan yang ada dalam instrumen akreditasi, atau dengan menyediakan hal-hal yang terlupakan untuk disiapkan. Sekolah bisa memberikan tanda-tanda khusus yang terkait dengan instrumen akreditasi.
Mudah-mudahan ini bisa membantu sekolah-sekolah yang baru pertama kali menghadapi akreditasi atau bahkan bagi sekolah yang sudah berkali-kali kedatangan tim akreditasi. Menjadikan akreditasi sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan dan menantang.
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH: SEBUAH PERGULATAN ANTARA REALITA DENGAN HARAPAN
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Permasalahan tersebut bukan hanya pada peserta didik, tetapi juga pada tenaga kependidikan, sarana-dan prasarana, kurikulum, dan faktor pendukung pendidikan lainnya. Berpijak pada fakta tentang rendahnya mutu pendidikan di atas, Departemen pendidikan dan seluruh punggawa-nya melakukan semua usaha peningkatan mutu pendidikan tingkat dasar dan menengah melalui langkah-langkah yang prospektif. Peningkatan kualitas pendidikan tersebut, merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai standar nasional pendidikan.
upaya penciptaan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu yang dapat menuju pada realita hakikat pendidikan.Bahwa pendidikan bermutu akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila didukung komitmen yang tinggi dan perencanaan yang baik, dilaksanakan secara transparan dan terperinci dengan jelas. Berkaitan dengan upaya tersebut, dalam hal ini, mengenai langkah-langkah strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang didasarkan pada fakta dan harapan.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, meskipun nilai Ujian Nasional (UN), bukan merupakan satu-satunya tolok ukur mutu pendidikan, maka pemerintah, tenaga kependidikan, LPTK, masyarakat, dan stake hoder lain perlu bergerak bersama-sama secara profesional dan proporsional untuk mencapai standar nasional pendidikan. Langkah strategis tersebut antara lain penciptaan kepastian hukum yang mengatur tentang kependidikan, penataan kurikulum, Penetapan Baku Mutu/Standar Pendidikan, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kependidikan (khususnya guru), pengelolaan satuan pendidikan yang berdasarkan asas good governance, Penciptaan Suasana yang Kondusif melalui Learning Habits & Learning Community untuk Mendukung Keberhasilan Pembelajaran.
Untuk menghadapi perbedaan antara fakta dengan harapan dalam pencapaian standar nasional pendidikan, pemerintah sebagai penanggungjawab pendidikan seyogyanya menerapkan konsep-konsep pendidikan modern dan menjauhkan penataan pendidikan dari muatan-muatan politis, sehingga anggaran pendidikan sebesar 20% sebagaimana yang akan dilaksanakan dalam tahun 2009 nanti dapat dialokaksikan secara proporsional, dikelola secara profesional berdasarkan asas good governance. Guru sebagai salah satu ujung tombak peningkatan mutu pendidikan perlu terus meningkatkan kompetensi di segala bidang, termasuk terus belajar dan mengabdi sesuai dengan komnpetensinya masing-masing. Masyarakat sebagai salah satu unsur utama dalam pendidikan perlu memberikan apresiasi kepada penyelenggara pendidikan dan tidak menutup mata terhadap kendala-kendala teknis yang mungkin terjadi di lingkungan pendidikan.
upaya penciptaan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu yang dapat menuju pada realita hakikat pendidikan.Bahwa pendidikan bermutu akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila didukung komitmen yang tinggi dan perencanaan yang baik, dilaksanakan secara transparan dan terperinci dengan jelas. Berkaitan dengan upaya tersebut, dalam hal ini, mengenai langkah-langkah strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang didasarkan pada fakta dan harapan.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, meskipun nilai Ujian Nasional (UN), bukan merupakan satu-satunya tolok ukur mutu pendidikan, maka pemerintah, tenaga kependidikan, LPTK, masyarakat, dan stake hoder lain perlu bergerak bersama-sama secara profesional dan proporsional untuk mencapai standar nasional pendidikan. Langkah strategis tersebut antara lain penciptaan kepastian hukum yang mengatur tentang kependidikan, penataan kurikulum, Penetapan Baku Mutu/Standar Pendidikan, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kependidikan (khususnya guru), pengelolaan satuan pendidikan yang berdasarkan asas good governance, Penciptaan Suasana yang Kondusif melalui Learning Habits & Learning Community untuk Mendukung Keberhasilan Pembelajaran.
Untuk menghadapi perbedaan antara fakta dengan harapan dalam pencapaian standar nasional pendidikan, pemerintah sebagai penanggungjawab pendidikan seyogyanya menerapkan konsep-konsep pendidikan modern dan menjauhkan penataan pendidikan dari muatan-muatan politis, sehingga anggaran pendidikan sebesar 20% sebagaimana yang akan dilaksanakan dalam tahun 2009 nanti dapat dialokaksikan secara proporsional, dikelola secara profesional berdasarkan asas good governance. Guru sebagai salah satu ujung tombak peningkatan mutu pendidikan perlu terus meningkatkan kompetensi di segala bidang, termasuk terus belajar dan mengabdi sesuai dengan komnpetensinya masing-masing. Masyarakat sebagai salah satu unsur utama dalam pendidikan perlu memberikan apresiasi kepada penyelenggara pendidikan dan tidak menutup mata terhadap kendala-kendala teknis yang mungkin terjadi di lingkungan pendidikan.
Senin, 30 November 2009
Uji Publik Draf Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Tinggi Program Sarjana
Oleh Bambang pada 10/27/09 •
Rubrik Berita
BSNP, sebuah lembaga independen yang dibentuk berdasar PP no 19/2005, mengemban amanah untuk menyusun beberapa standar nasional pendidikan. Salah satunya adalah standar sarana prasarana pendidikan tinggi. Kajian awal menunjukkan bahwa saat ini di Indonesia masih banyak kampus perguruan tinggi yang belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran yang bermutu. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 angka 8 Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan tinggi sehingga lulusannya dapat bersaing di era global. Standar ini akan berfungsi sebagai acuan dasar yang bersifat nasional bagi semua pihak yang berkepentingan, dalam tiga hal, yaitu (1) perencanaan dan perancangan sarana dan prasarana; (2) pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan (3) pengawasan ketersediaan dan kondisi sarana dan prasarana.
Dalam penyusunan standar ini BSNP membentuk tim ahli yang dikoordinasi oleh Prof. Dr. Edy Tri Baskoro Sekretaris BSNP. Tim ahli berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Penyusunan standar didasarkan atas kajian terhadap standar serupa di perguruan tinggi di luar negeri, kondisi sekarang di Indonesia, dengan mengikutsertakan wakil-wakil dari stakeholder pendidikan tinggi se Indonesia.
Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi yang disusun meliputi standar Prasarana (lahan, bangunan, ruang-ruang) dan standard Sarana ( perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku & sumber belajar lain, bahan habis pakai, teknologi komunikasi dan informasi, dan perlengkapan lain) untuk program sarjana pada sekolah, tinggi, institute, dan universitas.
Standar nasional sarana prasarana ini terdiri atas standar sarana prasarana yang berlaku untuk semua program studi di semua sekolah tinggi, institut dan universitas, serta standar prasarana dan sarana yang khusus untuk bidang-bidang ilmu tertentu.
Lahan. Luas lahan minimum adalah 4.900 m2 untuk sekolah tinggi dengan populasi mahasiswa ? 480 orang, 9.600m2 untuk institut dengan populasi mahasiswa ? 960 orang, dan 14.800m2 untuk universitas dengan populasi mahasiswa ? 1.600 orang. Selain itu lahan mesti terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
Bangunan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah 60% dengan mutu kelas A dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kenyamanan serta aksesibilitas. Bangunan terdiri dari ruang manajemen, ruang akademik umum, ruang akademik khusus, dan ruang penunjang.
Perpustakaan. Minimum terdapat satu ruang perpustakaan per perguruan tinggi. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 200 m2. Ruang perpustakaan memiliki rasio 0.2 m2 per mahasiswa satuan pendidikan tersebut. Koleksi perpustakaan terdiri atas 2 judul per mata kuliah, 1000 judul buku pengayaan, 2 judul jurnal ilmiah per program studi, disertai dengan buku referensi dan sumber belajar lain.
Pada hari ini, Minggu, 25 Oktober 2009, bertempat di Jakarta, diadakan uji publik draf standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi program sarjana. Tujuan uji publik ini adalah untuk mendapatkan masukan dari publik, melakukan semi-sosialisasi draf standar yang sedang dikembangkan BSNP sehingga publik dapat mengetahui lebih dini atas standar yang akan diterbitkan. Di samping itu, uji publik dilakukan untuk menjaring komitmen dari berbagai pihak demi penyempurnaan draf sehingga dapat diimplementasikan dengan lancar .
Kegiatan uji publik ini melibatkan 55 peserta dari 25 provinsi di Indonesia yang mewakili universitas, institut, sekolah tinggi, baik negeri maupun swasta; asosiasi perguruan tinggi, unsur media, birokrat, pustakawan, dan seroang wakil dari anggota DPR RI Komisi X.
Masukan dari peserta uji publik ini akan digunakan dalam finalisasi draf standar yang telah disusun selama delapan bulan ini. Draft final kemudian akan direkomendasikan oleh BSNP kepada Menteri Pendidikan Nasional RI yang akan menetapkan draf tersebut menjadi sebuah peraturan menteri tentang stadar sarana prasarana pendidikan tinggi.
http://bsnp-indonesia.org/id/?p=372
Oleh Bambang pada 10/27/09 •
Rubrik Berita
BSNP, sebuah lembaga independen yang dibentuk berdasar PP no 19/2005, mengemban amanah untuk menyusun beberapa standar nasional pendidikan. Salah satunya adalah standar sarana prasarana pendidikan tinggi. Kajian awal menunjukkan bahwa saat ini di Indonesia masih banyak kampus perguruan tinggi yang belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran yang bermutu. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 angka 8 Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan tinggi sehingga lulusannya dapat bersaing di era global. Standar ini akan berfungsi sebagai acuan dasar yang bersifat nasional bagi semua pihak yang berkepentingan, dalam tiga hal, yaitu (1) perencanaan dan perancangan sarana dan prasarana; (2) pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan (3) pengawasan ketersediaan dan kondisi sarana dan prasarana.
Dalam penyusunan standar ini BSNP membentuk tim ahli yang dikoordinasi oleh Prof. Dr. Edy Tri Baskoro Sekretaris BSNP. Tim ahli berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Penyusunan standar didasarkan atas kajian terhadap standar serupa di perguruan tinggi di luar negeri, kondisi sekarang di Indonesia, dengan mengikutsertakan wakil-wakil dari stakeholder pendidikan tinggi se Indonesia.
Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi yang disusun meliputi standar Prasarana (lahan, bangunan, ruang-ruang) dan standard Sarana ( perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku & sumber belajar lain, bahan habis pakai, teknologi komunikasi dan informasi, dan perlengkapan lain) untuk program sarjana pada sekolah, tinggi, institute, dan universitas.
Standar nasional sarana prasarana ini terdiri atas standar sarana prasarana yang berlaku untuk semua program studi di semua sekolah tinggi, institut dan universitas, serta standar prasarana dan sarana yang khusus untuk bidang-bidang ilmu tertentu.
Lahan. Luas lahan minimum adalah 4.900 m2 untuk sekolah tinggi dengan populasi mahasiswa ? 480 orang, 9.600m2 untuk institut dengan populasi mahasiswa ? 960 orang, dan 14.800m2 untuk universitas dengan populasi mahasiswa ? 1.600 orang. Selain itu lahan mesti terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
Bangunan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah 60% dengan mutu kelas A dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kenyamanan serta aksesibilitas. Bangunan terdiri dari ruang manajemen, ruang akademik umum, ruang akademik khusus, dan ruang penunjang.
Perpustakaan. Minimum terdapat satu ruang perpustakaan per perguruan tinggi. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 200 m2. Ruang perpustakaan memiliki rasio 0.2 m2 per mahasiswa satuan pendidikan tersebut. Koleksi perpustakaan terdiri atas 2 judul per mata kuliah, 1000 judul buku pengayaan, 2 judul jurnal ilmiah per program studi, disertai dengan buku referensi dan sumber belajar lain.
Pada hari ini, Minggu, 25 Oktober 2009, bertempat di Jakarta, diadakan uji publik draf standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi program sarjana. Tujuan uji publik ini adalah untuk mendapatkan masukan dari publik, melakukan semi-sosialisasi draf standar yang sedang dikembangkan BSNP sehingga publik dapat mengetahui lebih dini atas standar yang akan diterbitkan. Di samping itu, uji publik dilakukan untuk menjaring komitmen dari berbagai pihak demi penyempurnaan draf sehingga dapat diimplementasikan dengan lancar .
Kegiatan uji publik ini melibatkan 55 peserta dari 25 provinsi di Indonesia yang mewakili universitas, institut, sekolah tinggi, baik negeri maupun swasta; asosiasi perguruan tinggi, unsur media, birokrat, pustakawan, dan seroang wakil dari anggota DPR RI Komisi X.
Masukan dari peserta uji publik ini akan digunakan dalam finalisasi draf standar yang telah disusun selama delapan bulan ini. Draft final kemudian akan direkomendasikan oleh BSNP kepada Menteri Pendidikan Nasional RI yang akan menetapkan draf tersebut menjadi sebuah peraturan menteri tentang stadar sarana prasarana pendidikan tinggi.
http://bsnp-indonesia.org/id/?p=372
Inilah Aneka Berita Seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional
Inilah Aneka Berita Seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional
Dari tahun ke tahun penyelenggaraan Ujian Nasional selalu diwarnai dengan pro-kontra. Di satu pihak ada yang meyakini bahwa Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa masih tetap diperlukan. Tetapi di lain pihak, tidak sedikit pula yang menyatakan menolak Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa. Masing-masing pihak tentunya memliki argumentasi tersendiri.
Berikut ini disajikan aneka berita seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber, yang tentunya baru sebagian kecil saja dari sejumlah berita yang saat ini sedang hangat diberitakan dalam berbagai mass media.
BERITA PRO UJIAN NASIONAL
1. Penerbitan Permendiknas Ujian Nasional 2010
Mendiknas menerbitkan peraturan No.74 dan 75 tentang Panduan UN Tahun Pelajaran 2009-2010 SD dan SMP/SMA/SMK, ditandatangani oleh Mendiknas Bambang Sudibyo per tanggal 13 Oktober 2009. Salah satu isinya menyebutkan bahwa Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. (baca selengkapnya Depdiknas )
2. Kalah di MK Soal UN, Pemerintah Segera Ajukan PK
Menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi ujian nasional yang diajukan oleh pemerintah, Pemerintah akan kembali melakukan upaya hukum yang terakhir yakni pengajuan peninjauan kembali. “Terus terang saya belum membaca keputusan MA. Yang jelas kita menghormati apa pun keputusan lembaga hukum. Siapa pun juga harus menghormati upaya-upaya hukum yang masih dilakukan. Untuk selanjutnya, tentu pemerintah akan menggunakan hak yang dimiliki,” kata Menteri Pendidikan Nasional RI Mohammad Nuh seusai upacara bendera Peringatan Hari Guru, Rabu (25/11) di halaman Departemen Pendidikan Nasional RI, Jakarta. (baca selengkapnya Kompas.com)
3. 2010, UN Bukan Penentu Kelulusan
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh mengatakan, pada tahun 2010 Departemen Pendidikan Nasional (depdiknas) akan melakukan perubahan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tetapi pihaknya menyangkal jika perubahan tersebut dikaitkan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi dari pemerintah berkait keputusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta tentang pelaksanaan UN. (baca selengkapnya Republika Online)
4. Ujian Nasional Jalan Terus
Salah satu anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Mungin Eddy Wibowo, mengatakan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tak memengaruhi penyelenggaraan UN pada 2010. “Kami akan tetap menyelenggarakan UN pada 2010 sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, dan hal itu juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,” kata Mungin. (baca selengkapnya Kompas.com)
5. Hasil UN Meningkat, Pemerintah Puas
Pemerintah atau Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), mengaku merasa puas dengan hasil Ujian Nasional (UN) 2008/2009 yang secara nasional persentasenya mengalami kenaikan.(baca selengkapnya: Diknas.go.id.
BERITA KONTRA UJIAN NASIONAL
1. Press Realease dari Mahkamah Agung
Mahkamah Agung menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional, dalam perkara Nomor : 2596 K/Pdt/2008 dengan para pihak Negara RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono; Negara RI cq Wakil Kepala Negara, Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, Bambang Soehendro melawan Kristiono, dkk (selaku para termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding.(baca selengkapnya Mahkamah Agung )
2. Pasca Putusan MA, Pemerintah Perlu Tinjau UN
“… Dari segi hukum perlu diapresiasi, karena setidaknya putusan MA itu perlu dikritisi oleh pemerintah untuk benar-benar meninjau kembali UN, yang selama ini terjadi pemerintah tidak pernah melakukan itu,” ujar Dr Anita Lie, dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika WIdya Mandala Surabaya.
“….Sementara itu, menurut Sekretaris Institute for Education Reform Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen, ada hal lebih penting dari putusan MA tersebut, yaitu soal pemborosan. Abduh mengatakan, pemborosan terjadi akibat dikeluarkannya kebijakan UN ulang bagi siswa yang tidak lulus. “Dengan model yang seperti ini, UN sampai saat ini tidak memperlihatkan satu hal pun yang menyangkut soal peningkatan mutu anak didik,” ujarnya. Abduh menegaskan, kalau tidak dikritisi oleh masyarakat, kondisi yang terjadi akan terus begini. “UN itu tentu bisa diadakan, tetapi kalau sudah dilakukan perubahan pada kerangka pendidikan nasional yang bermutu secara menyeluruh, namun kenyataannya secara makro hal itu tidak ada sama sekali, tidak ada kompromi,” tambahnya. (Baca selanjutnya Kompas.com)
3. Putusan Kasasi UN Dirayakan dengan Tumpeng
Peringatan Hari Guru di Bandung dirayakan dengan tumpengan oleh guru, siswa, dan masyarakat pemerhati pendidikan. Syukuran ini juga dilakukan terkait ditolaknya permohonan kasasi pemerintah mengenai ujian nasional oleh Mahkamah Agung. (Baca se;engkapnya Kompas.Com )
4. Pemerintah Dinilai Langgar Hukum Jika Tetap Gelar Ujian Nasional
Pemerintah dinilai melanggar hukum jika tetap menyelenggarakan Ujian Nasional tahun depan. Sebab, putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi yang diajukan pemerintah dianggap sudah final. (baca selengkapnya Tempointeraktif )
5. Guru Menuntut Ujian Nasional Dibatalkan
Para guru yang tergabung dalam Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas), Jumat (27/11), menuntut agar Ujian Nasional dibatalkan, menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi perkara UN yang diajukan pemerintah. (baca selengkapnya Kompas.Com )
6. Wakil Ketua MPR Setuju Penghapusan Ujian Nasional
Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin meminta pemerintah menerima putusan MA yang membatalkan ujian nasional. Ketimpangan fasilitas pendidikan menjadikan pendidikan di Indonesia tidak pantas lagi distandarisasi secara nasional. (baca se;lanjutnya : Detik News )
7. Mahasiswa Demo Minta Ujian Nasional Dihapus
Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) Polewali Mandar, Sulawesi Barat, melakukan aksi unjuk rasa di kantor dinas pendidikan setempat. Dalam orasinya para mahasiswa mendesak pemerintah dan dinas pendidikan untuk bertanggung jawab dengan bobroknya pelaksanaan ujian nasional tahun ini. (baca se;lanjutnya : Liputan6.com)
8. Tolak UN, BEM Universitas Palangkaraya Demo
Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangkaraya berdemo di halaman Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah. Mereka menolak ujian nasional sebagai standar kelulusan. (baca se;lanjutnya: Kompas.com)
BERITA “KORBAN” UJIAN NASIONAL
1. Peserta UN Dicampur, Guru Bingung
… Kebijakan mencampur peserta UN itu membingungkan pihak sekolah, guru, dan siswa. Apalagi hingga saat ini kepastian soal perubahan-perubahan teknis dalam pelaksanaan UN belum juga disampaikan secara resmi ke sekolah.Sejumlah pimpinan sekolah dari berbagai daerah, Rabu (25/11), mengatakan, rencana mencampur peserta UN menambah beban psikologis pelajar. (baca selengkapnya: Kompas. com)
2. Kisah Pahit Para Korban Ujian Nasional
Ujian nasional digugat. Ujian sebagai standarisasi kelulusan itu dianggap mengabaikan prestasi yang dibina anak didik selama bertahun-tahun. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal dalam ujian nasional. Seperti yang dialami Siti Hapsah pada 2006. Mimpinya kuliah di Institut Pertanian Bogor sirna gara-gara ujian ujian nasional. Ia dinyatakan tak lulus ujian nasional lantaran nilainya kurang 0,26. (baca selengkapnya VivaNews)
3. Pelajar Alami Gangguan Jiwa Hadapi UN {Video)
Seorang siswi kelas 3 SMP Negeri 4 Kendari, Sulawesi Tenggara mengalami gangguan jiwa setelah terlalu banyak belajar menghadapi ujian nasional. (baca selengkapnya VivaNews)
4. Bunuh Diri Karena Tak Lulus UN
Gara-gara tak lulus ujian nasional (UN) SMA, seorang pemuda nekat bunuh diri. Diduga karena tak kuat menahan beban psikis, Tri Sulistiono (21) memilih mengakhiri hidupnya dengan cara melompat ke dalam sumur. (baca selengkapnya Suara Merdeka)
5. Mengurung diri setelah gagal UN, Edy akhirnya bunuh diri
Edi Hartono (19), aib karena gagal UN masih terus terasa menyesakkan. Setelah mengurung diri di rumah neneknya, mantan siswa SMA di Besuki itu akhirnya bunuh diri. (baca selengkapnya: Kompas. com)
6. Gagal UN, Siswi SMP Mencoba Bunuh Diri
Hasil ujian nasional sekolah menengah pertama nyaris membawa korban jiwa di Banyuwangi, Jawa Timur, belum lama ini. Ida Safitri, siswi SMPK Santo Yusuf, mencoba bunuh diri dengan menenggak puluhan pil tanpa merek karena gagal lulus. Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan setelah pihak keluarga segera membawanya ke rumah sakit. (baca selengkapnya: Liputan6.com)
7. Siswa SMK Coba Bunuh Diri, Diduga Karena Tak Bisa Ikut UN
Ujian Nasional (UN) adalah segalanya bagi seorang siswa. Diduga karena stres tidak bisa ikut UN, Hendrik Irawan (19) nekat minum racun serangga. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan. (baca selengkapnya : DetikNews.com.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/28/inilah-aneka-berita-seputar-pro-kontra-kebijakan-ujian-nasional/
Dari tahun ke tahun penyelenggaraan Ujian Nasional selalu diwarnai dengan pro-kontra. Di satu pihak ada yang meyakini bahwa Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa masih tetap diperlukan. Tetapi di lain pihak, tidak sedikit pula yang menyatakan menolak Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa. Masing-masing pihak tentunya memliki argumentasi tersendiri.
Berikut ini disajikan aneka berita seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber, yang tentunya baru sebagian kecil saja dari sejumlah berita yang saat ini sedang hangat diberitakan dalam berbagai mass media.
BERITA PRO UJIAN NASIONAL
1. Penerbitan Permendiknas Ujian Nasional 2010
Mendiknas menerbitkan peraturan No.74 dan 75 tentang Panduan UN Tahun Pelajaran 2009-2010 SD dan SMP/SMA/SMK, ditandatangani oleh Mendiknas Bambang Sudibyo per tanggal 13 Oktober 2009. Salah satu isinya menyebutkan bahwa Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. (baca selengkapnya Depdiknas )
2. Kalah di MK Soal UN, Pemerintah Segera Ajukan PK
Menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi ujian nasional yang diajukan oleh pemerintah, Pemerintah akan kembali melakukan upaya hukum yang terakhir yakni pengajuan peninjauan kembali. “Terus terang saya belum membaca keputusan MA. Yang jelas kita menghormati apa pun keputusan lembaga hukum. Siapa pun juga harus menghormati upaya-upaya hukum yang masih dilakukan. Untuk selanjutnya, tentu pemerintah akan menggunakan hak yang dimiliki,” kata Menteri Pendidikan Nasional RI Mohammad Nuh seusai upacara bendera Peringatan Hari Guru, Rabu (25/11) di halaman Departemen Pendidikan Nasional RI, Jakarta. (baca selengkapnya Kompas.com)
3. 2010, UN Bukan Penentu Kelulusan
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh mengatakan, pada tahun 2010 Departemen Pendidikan Nasional (depdiknas) akan melakukan perubahan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tetapi pihaknya menyangkal jika perubahan tersebut dikaitkan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi dari pemerintah berkait keputusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta tentang pelaksanaan UN. (baca selengkapnya Republika Online)
4. Ujian Nasional Jalan Terus
Salah satu anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Mungin Eddy Wibowo, mengatakan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tak memengaruhi penyelenggaraan UN pada 2010. “Kami akan tetap menyelenggarakan UN pada 2010 sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, dan hal itu juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,” kata Mungin. (baca selengkapnya Kompas.com)
5. Hasil UN Meningkat, Pemerintah Puas
Pemerintah atau Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), mengaku merasa puas dengan hasil Ujian Nasional (UN) 2008/2009 yang secara nasional persentasenya mengalami kenaikan.(baca selengkapnya: Diknas.go.id.
BERITA KONTRA UJIAN NASIONAL
1. Press Realease dari Mahkamah Agung
Mahkamah Agung menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional, dalam perkara Nomor : 2596 K/Pdt/2008 dengan para pihak Negara RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono; Negara RI cq Wakil Kepala Negara, Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, Bambang Soehendro melawan Kristiono, dkk (selaku para termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding.(baca selengkapnya Mahkamah Agung )
2. Pasca Putusan MA, Pemerintah Perlu Tinjau UN
“… Dari segi hukum perlu diapresiasi, karena setidaknya putusan MA itu perlu dikritisi oleh pemerintah untuk benar-benar meninjau kembali UN, yang selama ini terjadi pemerintah tidak pernah melakukan itu,” ujar Dr Anita Lie, dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika WIdya Mandala Surabaya.
“….Sementara itu, menurut Sekretaris Institute for Education Reform Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen, ada hal lebih penting dari putusan MA tersebut, yaitu soal pemborosan. Abduh mengatakan, pemborosan terjadi akibat dikeluarkannya kebijakan UN ulang bagi siswa yang tidak lulus. “Dengan model yang seperti ini, UN sampai saat ini tidak memperlihatkan satu hal pun yang menyangkut soal peningkatan mutu anak didik,” ujarnya. Abduh menegaskan, kalau tidak dikritisi oleh masyarakat, kondisi yang terjadi akan terus begini. “UN itu tentu bisa diadakan, tetapi kalau sudah dilakukan perubahan pada kerangka pendidikan nasional yang bermutu secara menyeluruh, namun kenyataannya secara makro hal itu tidak ada sama sekali, tidak ada kompromi,” tambahnya. (Baca selanjutnya Kompas.com)
3. Putusan Kasasi UN Dirayakan dengan Tumpeng
Peringatan Hari Guru di Bandung dirayakan dengan tumpengan oleh guru, siswa, dan masyarakat pemerhati pendidikan. Syukuran ini juga dilakukan terkait ditolaknya permohonan kasasi pemerintah mengenai ujian nasional oleh Mahkamah Agung. (Baca se;engkapnya Kompas.Com )
4. Pemerintah Dinilai Langgar Hukum Jika Tetap Gelar Ujian Nasional
Pemerintah dinilai melanggar hukum jika tetap menyelenggarakan Ujian Nasional tahun depan. Sebab, putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi yang diajukan pemerintah dianggap sudah final. (baca selengkapnya Tempointeraktif )
5. Guru Menuntut Ujian Nasional Dibatalkan
Para guru yang tergabung dalam Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas), Jumat (27/11), menuntut agar Ujian Nasional dibatalkan, menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi perkara UN yang diajukan pemerintah. (baca selengkapnya Kompas.Com )
6. Wakil Ketua MPR Setuju Penghapusan Ujian Nasional
Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin meminta pemerintah menerima putusan MA yang membatalkan ujian nasional. Ketimpangan fasilitas pendidikan menjadikan pendidikan di Indonesia tidak pantas lagi distandarisasi secara nasional. (baca se;lanjutnya : Detik News )
7. Mahasiswa Demo Minta Ujian Nasional Dihapus
Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) Polewali Mandar, Sulawesi Barat, melakukan aksi unjuk rasa di kantor dinas pendidikan setempat. Dalam orasinya para mahasiswa mendesak pemerintah dan dinas pendidikan untuk bertanggung jawab dengan bobroknya pelaksanaan ujian nasional tahun ini. (baca se;lanjutnya : Liputan6.com)
8. Tolak UN, BEM Universitas Palangkaraya Demo
Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangkaraya berdemo di halaman Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah. Mereka menolak ujian nasional sebagai standar kelulusan. (baca se;lanjutnya: Kompas.com)
BERITA “KORBAN” UJIAN NASIONAL
1. Peserta UN Dicampur, Guru Bingung
… Kebijakan mencampur peserta UN itu membingungkan pihak sekolah, guru, dan siswa. Apalagi hingga saat ini kepastian soal perubahan-perubahan teknis dalam pelaksanaan UN belum juga disampaikan secara resmi ke sekolah.Sejumlah pimpinan sekolah dari berbagai daerah, Rabu (25/11), mengatakan, rencana mencampur peserta UN menambah beban psikologis pelajar. (baca selengkapnya: Kompas. com)
2. Kisah Pahit Para Korban Ujian Nasional
Ujian nasional digugat. Ujian sebagai standarisasi kelulusan itu dianggap mengabaikan prestasi yang dibina anak didik selama bertahun-tahun. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal dalam ujian nasional. Seperti yang dialami Siti Hapsah pada 2006. Mimpinya kuliah di Institut Pertanian Bogor sirna gara-gara ujian ujian nasional. Ia dinyatakan tak lulus ujian nasional lantaran nilainya kurang 0,26. (baca selengkapnya VivaNews)
3. Pelajar Alami Gangguan Jiwa Hadapi UN {Video)
Seorang siswi kelas 3 SMP Negeri 4 Kendari, Sulawesi Tenggara mengalami gangguan jiwa setelah terlalu banyak belajar menghadapi ujian nasional. (baca selengkapnya VivaNews)
4. Bunuh Diri Karena Tak Lulus UN
Gara-gara tak lulus ujian nasional (UN) SMA, seorang pemuda nekat bunuh diri. Diduga karena tak kuat menahan beban psikis, Tri Sulistiono (21) memilih mengakhiri hidupnya dengan cara melompat ke dalam sumur. (baca selengkapnya Suara Merdeka)
5. Mengurung diri setelah gagal UN, Edy akhirnya bunuh diri
Edi Hartono (19), aib karena gagal UN masih terus terasa menyesakkan. Setelah mengurung diri di rumah neneknya, mantan siswa SMA di Besuki itu akhirnya bunuh diri. (baca selengkapnya: Kompas. com)
6. Gagal UN, Siswi SMP Mencoba Bunuh Diri
Hasil ujian nasional sekolah menengah pertama nyaris membawa korban jiwa di Banyuwangi, Jawa Timur, belum lama ini. Ida Safitri, siswi SMPK Santo Yusuf, mencoba bunuh diri dengan menenggak puluhan pil tanpa merek karena gagal lulus. Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan setelah pihak keluarga segera membawanya ke rumah sakit. (baca selengkapnya: Liputan6.com)
7. Siswa SMK Coba Bunuh Diri, Diduga Karena Tak Bisa Ikut UN
Ujian Nasional (UN) adalah segalanya bagi seorang siswa. Diduga karena stres tidak bisa ikut UN, Hendrik Irawan (19) nekat minum racun serangga. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan. (baca selengkapnya : DetikNews.com.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/28/inilah-aneka-berita-seputar-pro-kontra-kebijakan-ujian-nasional/
Pelayanan Bimbingan pada Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional
Pelayanan Bimbingan pada Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional
Pelayanan bimbingan sangat diperlukan agar potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat dikembangkan secara optimal. Program bimbingan diarahkan untuk dapat menjaga terjadinya keseimbangan dan keserasian dalam perkembangan intelektual, emosional dan sosial.
Selain itu program bimbingan diharapkan dapat mencegah dan mengatasi potensi-potensi negatif yang dapat terjadi dalam proses pembelajaran pada SKM/SSN. Potensi negatif tersebut misalnya peserta didik akan mudah frustasi karena adanya tekanan dan tuntutan untuk berprestasi, peserta didik menjadi terasing atau agresif terhadap orang lain karena sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya, ataupun kegelisahan akibat harus menentukan keputusan karir lebih dini dari biasanya. (Semiawan, 1997).
Layanan bimbingan diperlukan siswa untuk memenuhi kebutuhan individual anak baik secara psikologis maupun untuk mengembangkan kecakapan sosial agar dapat berkembang optimal. Hal ini senada dengan pendapat Leta Hollingworth yang dikutip Wahab (2004) yang mengindikasikan bahwa “gifted children do have social/emotional needs meriting attention”. Ditegaskan bahwa betapa pentingnya persoalan kebutuhan sosial/emosional anak berbakat memerlukan perhatian orang dewasa di sekitarnya, karena boleh jadi kondisi demikian akan berpengaruh kepada kinerja dan aktivitas anak dalam belajarnya.
Lain dengan Pirto (1994) yang mengedepankan model bimbingan yang dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengatasi masalah anak adalah multi model. Artinya tidak hanya menggunakan satu model pendekatan karena diharapkan dengan model yang beragam lebih mampu mengatasi beberapa persoalan yang dihadapi anak, terlebih-lebih dalam mengatasi aspek sosial maupun emosional.
Model lain dikemukakan oleh Wahab (2003) bahwa model pembimbingan yang dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengembangkan kecakapan sosial-pribadi peserta didik adalah development model. Dengan model ini dapat membantu pengembangan potensi kecakapan sosial-pribadi yang dimiliki peserta didik, sehingga mereka dapat mengendalikan perilaku sosial-emosionalnya secara produktif. Dengan kata lain model layanan bimbingan yang dapat diberikan kepada peserta didik dalam mengikuti program SKM/SSN adalah model perkembangan, multi model, development model yang disesuaikan dengan karakter individual peserta didik agar perkembangan sosio-emosional mereka dapat berkembang dengan baik terutama dalam menyelesaikan pendidikan.
Bimbingan tersebut dapat diupayakan dengan melakukan langkah seperti 1) Pertemuan rutin dengan orang tua siswa untuk saling bertukar informasi, 2) Menghimpun berbagai data dari guru yang mengajar, khususnya berkaitan dengan aktivitas siswa pada saat pembelajaran, 3) Menjaring data dari siswa melalui daftar cek masalah, sosiometri kelas, angket maupun wawancara (Munandar, 2000).
Sumber:
Depdiknas.2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/01/pelayanan-bimbingan-pada-sekolah-kategori-mandiri-sekolah-standar-nasional/
Pelayanan bimbingan sangat diperlukan agar potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat dikembangkan secara optimal. Program bimbingan diarahkan untuk dapat menjaga terjadinya keseimbangan dan keserasian dalam perkembangan intelektual, emosional dan sosial.
Selain itu program bimbingan diharapkan dapat mencegah dan mengatasi potensi-potensi negatif yang dapat terjadi dalam proses pembelajaran pada SKM/SSN. Potensi negatif tersebut misalnya peserta didik akan mudah frustasi karena adanya tekanan dan tuntutan untuk berprestasi, peserta didik menjadi terasing atau agresif terhadap orang lain karena sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya, ataupun kegelisahan akibat harus menentukan keputusan karir lebih dini dari biasanya. (Semiawan, 1997).
Layanan bimbingan diperlukan siswa untuk memenuhi kebutuhan individual anak baik secara psikologis maupun untuk mengembangkan kecakapan sosial agar dapat berkembang optimal. Hal ini senada dengan pendapat Leta Hollingworth yang dikutip Wahab (2004) yang mengindikasikan bahwa “gifted children do have social/emotional needs meriting attention”. Ditegaskan bahwa betapa pentingnya persoalan kebutuhan sosial/emosional anak berbakat memerlukan perhatian orang dewasa di sekitarnya, karena boleh jadi kondisi demikian akan berpengaruh kepada kinerja dan aktivitas anak dalam belajarnya.
Lain dengan Pirto (1994) yang mengedepankan model bimbingan yang dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengatasi masalah anak adalah multi model. Artinya tidak hanya menggunakan satu model pendekatan karena diharapkan dengan model yang beragam lebih mampu mengatasi beberapa persoalan yang dihadapi anak, terlebih-lebih dalam mengatasi aspek sosial maupun emosional.
Model lain dikemukakan oleh Wahab (2003) bahwa model pembimbingan yang dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengembangkan kecakapan sosial-pribadi peserta didik adalah development model. Dengan model ini dapat membantu pengembangan potensi kecakapan sosial-pribadi yang dimiliki peserta didik, sehingga mereka dapat mengendalikan perilaku sosial-emosionalnya secara produktif. Dengan kata lain model layanan bimbingan yang dapat diberikan kepada peserta didik dalam mengikuti program SKM/SSN adalah model perkembangan, multi model, development model yang disesuaikan dengan karakter individual peserta didik agar perkembangan sosio-emosional mereka dapat berkembang dengan baik terutama dalam menyelesaikan pendidikan.
Bimbingan tersebut dapat diupayakan dengan melakukan langkah seperti 1) Pertemuan rutin dengan orang tua siswa untuk saling bertukar informasi, 2) Menghimpun berbagai data dari guru yang mengajar, khususnya berkaitan dengan aktivitas siswa pada saat pembelajaran, 3) Menjaring data dari siswa melalui daftar cek masalah, sosiometri kelas, angket maupun wawancara (Munandar, 2000).
Sumber:
Depdiknas.2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/01/pelayanan-bimbingan-pada-sekolah-kategori-mandiri-sekolah-standar-nasional/
Konseling FaceBook di Sekolah, Kenapa Tidak?
Konseling FaceBook di Sekolah, Kenapa Tidak?
6 Juni 2009 AKHMAD SUDRAJAT
A. Mengapa Konseling FaceBook?
Salah satu yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”.
Untuk kegiatan cyber counseling, idealnya sekolah atau konselor yang bersangkutan dapat menyediakan website tersendiri yang dipergunakan khusus untuk kepentingan Bimbingan dan Konseling bagi para siswanya. Namun untuk saat ini upaya menyediakan website khusus untuk kepentingan Bimbingan dan Konseling ini tampaknya di Indonesia masih menjadi kendala, baik karena faktor biaya maupun kesiapan sumber daya. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara yang lebih praktis untuk menyediakan layanan cyber counseling ini. Salah satu alternatif yang mungkin dapat ditempuh yakni melalui pemanfaatan FaceBook sebagai salah satu media konseling.
Untuk memahami apa itu FaceBook, berikut ini sekilas informasi tentang Facebook yang penulis ambil dari berbagai sumber. Wikipedia menginformasikan bahwa Facebook adalah situs web jejaring sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat e-mail suatu universitas (seperti: .edu, .ac, .uk, dll) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs jejaring sosial ini.
Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan alamat e-mail apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah, tempat kerja, atau wilayah geografis.
Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.
Tak terkecuali di Indonesia, saat ini FaceBook telah menjadi trend yang banyak diminati oleh semua kalangan sebagai media pertemanan secara online. Meski belakangan kehadirannya sempat mengundang kontroversi dan nyaris diharamkan oleh sebagian para ulama karena mungkin dianggap sudah terjadi distorsi dari tujuan awal kehadiran FaceBook sebagai media pertemanan.
Trend penggunaan FaceBook di Indonesia memang sangat beragam, mulai dari sekedar ngobrol ngalor-ngidul tak menentu hingga penyampaian informasi yang serba serius. Dari hasil penelusuran dalam FaceBook yang pernah penulis lakukan ternyata sudah ada beberapa teman konselor yang menjadi FaceBooker, namun tampaknya belum sepenuhnya keanggotaan dalam FaceBook-nya dijadikan sebagai media yang dapat menunjang tugas dan pekerjaannya sebagai konselor di sekolah.
Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis berusaha menawarkan gagasan bagaimana memanfaatkan kehadiran FaceBook sebagai salah satu media yang dapat mengoptimalkan peran konselor di sekolah dalam rangka pemberian layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
B. Apa Konseling FaceBook itu?
Yang dimaksud dengan Konseling FaceBook di sini penulis artikan sebagai bantuan psikologis kepada siswa (konseli) secara online melalui FaceBook agar siswa dapat memahami, menerima, mengarahkan, mengaktualisasikan dan mengembangkan dirinya secara optimal.
Layanan yang diberikan melalui Konseling FaceBook ini bisa mencakup semua fungsi-fungsi layanan bimbingan dan konseling, baik pencegahan, pemahaman, pengembangan, penempatan atau bahkan pengentasan.
Fungsi pencegahan dan pemahaman dapat dilakukan melalui penyajian berbagai informasi yang sekiranya dibutuhkan siswa. Dalam FaceBook disediakan fasilitas untuk menyajikan informasi yang dapat diakses oleh seluruh komunitas.
Sumber informasi tidak hanya berasal dari konselor semata tetapi juga dimungkinkan bersumber dari siswa untuk dibagikan kepada anggota komunitasnya. Informasi yang disajikan dapat juga dilakukan dengan mengambil tautan (link) yang tersedia di internet, yang mungkin jauh lebih kaya dibandingkan offline, baik untuk bidang pribadi, sosial, akademik maupun karier.
Fungsi pengembangan juga dapat dilakukan dalam FaceBook ini, misalnya membangun kebiasaan interaksi sosial secara positif dengan komunitas FaceBook-nya, atau menyalurkan berbagai pemikiran yang ada dalam diri setiap siswa dengan cara menuliskannya dalam FaceBook yang dikelolanya.
Sementara fungsi pengentasan dapat dilakukan melalui chatting secara online yang telah disediakan dalam FaceBook, dimana konselor dan konseli dapat berinteraksi langsung. Salah satu keunggulan dari FaceBook yaitu adanya jaminan privacy, yang memungkinkan untuk dilaksanakannya konseling perorangan, dengan terjaga kerahasiaannya. Fungsi pengentasan tidak hanya melalui interaksi konselor-konseli (siswa), tetapi juga dilakukan antar konseli (siswa), dimana siswa dapat saling berbagi dengan teman-teman yang dipercayainya.
Kendati demikian, kehadiran Program Konseling FaceBook di sekolah bukan dimaksudkan menggeser konseling konvensional, tetapi lebih dimaksudkan untuk melengkapi dan menunjang tugas-tugas pelayanan konseling konvensional agar pelayanan bimbingan dan konseling dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
C. Bagaimana Penyelenggaraan Konseling FaceBook itu?
Program Konseling FaceBook berbeda dengan keanggotaan dalam FaceBook pada umumnya, didalamnya membutuhkan kegiatan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang terorganisir, serta evaluasi yang jelas.
Dalam perencanaan, perlu dilakukan sosialisasi kepada berbagai pihak terkait, terutama kepada siswa dan juga pihak manajemen sekolah, sehingga program Konseling FaceBook mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Dalam pelaksanaan, konselor bertindak sebagai Admin dari Program Konseling FaceBook di sekolah, yang akan mengelola jalannya Program Konseling FaceBook. Selain itu, konselor juga terutama bertindak sebagai tenaga ahli yang selalu siap memberikan bantuan psikologis kepada anggota komunitas yang tergabung dalam Program Konseling FaceBook.
Program Konseling FaceBook juga perlu dilakukan evaluasi baik evaluasi program, proses maupun produk. Data dari hasil evaluasi dapat digunakan untuk kepentingan perbaikan dan pengembangan Program Konseling FaceBook berikutnya.
Secara teknis, berikut ini beberapa pemikiran penulis tentang bagaimana menyelenggarakan Konseling FaceBook:
1. Pemahaman dan Penguasaan Konselor tentang FaceBook
Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, untuk dapat menyelenggarakan Konseling FaceBook ini, terlebih dahulu konselor perlu memahami seluk beluk dalam mengoperasikan FaceBook, yang dapat dilakukan melalui belajar secara online melalui berbagai situs yang ada atau belajar kepada pihak lain yang sudah terbiasa menggunakan FaceBook. Dalam Konseling FaceBook, konselor bertindak sebagai Admin dari komunitas Bimbingan dan Konseling yang dikelolanya, yang bertugas men-setting FaceBook yang dikelolanya dan bertanggung jawab penuh terhadap kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan Konseling FaceBook.
2. Keanggotaan
Idealnya keanggotaan Konseling FaceBook dapat diikuti oleh seluruh siswa (konseli) yang menjadi tanggung jawab konselor yang bersangkutan, kendati demikian sebaiknya untuk keanggotaan ini tidak perlu dipaksakan tetapi harus berdasarkan asas sukarela. Dalam hal ini konselor berkewajiban mensosialisasikan program Konseling FaceBook kepada para siswanya sehingga siswa terpahamkan dan dapat secara sukarela tertarik untuk bergabung dalam Program Konseling FaceBook.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam keanggotaan Konseling FaceBook bahwa keanggotaan dalam Konseling FaceBook seyogyanya bersifat eksklusif, artinya terbatas hanya bisa diikuti oleh para siswa yang menjadi tanggung konselor yang bersangkutan. Oleh karena itu kepada siswa, yang sudah bergabung dalam komunitas Konseling FaceBook sebaiknya tidak diijinkan untuk meng-add (menambah) anggota secara sembarangan, karena menambahkan anggota secara sembarangan dapat merusak kohesivitas kelompok yang sudah terbentuk.
3. Waktu Pelayanan Konseling
Salah satu kendala pelayanan konseling di sekolah saat ini adalah waktu pelayanan (khususnya untuk kepentingan konseling perorangan) yang kerapkali berbenturan dengan kegiatan belajar-mengajar siswa di kelas. Sementara jika pelayanan konseling dilakukan di luar jam efektif pun, para konselor seringkali merasa berkeberatan, karena berbagai alasan tertentu. Oleh karena itu, Konseling FaceBook tampaknya bisa dijadikan sebagai alternatif mengatasi benturan waktu ini. Waktu pelayanan konseling melalui Konseling FaceBook bisa jauh lebih fleksibel. Untuk kepentingan pelayanan kepada siswa (konseli) diharapkan konselor bisa menyediakan waktu khusus online yang terjadwal, untuk memberikan kesempatan kepada siswa berinteraksi langsung dengan konselor.
4. Menentukan Aturan Main (Rule of The Game)
Untuk menyelenggarakan Konseling FaceBook terlebih dahulu perlu dirumuskan aturan main yang harus ditaati oleh konselor sebagai admin maupun siswa sebagai anggota. Selain aturan main yang ditentukan oleh FaceBook (term of services) itu sendiri, juga perlu dibuat aturan khusus terkait dengan penyelenggaraan Konseling FaceBook, yang didalamnya dapat terpenuhi asas-asas konseling, misalnya: pemenuhan asas kerahasiaan dimana setiap siswa yang sudah bergabung dalam komunitas Konseling FaceBook dapat berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan atas setiap informasi yang berkembang dalam Konseling FaceBook. Demikian pula dengan pemenuhan asas-asas bimbingan dan konseling lainnya.
==========
Silahkan selamat mencoba dan berinovasi. Saya percaya dengan segenap kreativitas yang Anda miliki pasti akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sekedar apa yang saya paparkan di atas.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/06/06/konseling-facebook-di-sekolah-kenapa-tidak/
6 Juni 2009 AKHMAD SUDRAJAT
A. Mengapa Konseling FaceBook?
Salah satu yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”.
Untuk kegiatan cyber counseling, idealnya sekolah atau konselor yang bersangkutan dapat menyediakan website tersendiri yang dipergunakan khusus untuk kepentingan Bimbingan dan Konseling bagi para siswanya. Namun untuk saat ini upaya menyediakan website khusus untuk kepentingan Bimbingan dan Konseling ini tampaknya di Indonesia masih menjadi kendala, baik karena faktor biaya maupun kesiapan sumber daya. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara yang lebih praktis untuk menyediakan layanan cyber counseling ini. Salah satu alternatif yang mungkin dapat ditempuh yakni melalui pemanfaatan FaceBook sebagai salah satu media konseling.
Untuk memahami apa itu FaceBook, berikut ini sekilas informasi tentang Facebook yang penulis ambil dari berbagai sumber. Wikipedia menginformasikan bahwa Facebook adalah situs web jejaring sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat e-mail suatu universitas (seperti: .edu, .ac, .uk, dll) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs jejaring sosial ini.
Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan alamat e-mail apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah, tempat kerja, atau wilayah geografis.
Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.
Tak terkecuali di Indonesia, saat ini FaceBook telah menjadi trend yang banyak diminati oleh semua kalangan sebagai media pertemanan secara online. Meski belakangan kehadirannya sempat mengundang kontroversi dan nyaris diharamkan oleh sebagian para ulama karena mungkin dianggap sudah terjadi distorsi dari tujuan awal kehadiran FaceBook sebagai media pertemanan.
Trend penggunaan FaceBook di Indonesia memang sangat beragam, mulai dari sekedar ngobrol ngalor-ngidul tak menentu hingga penyampaian informasi yang serba serius. Dari hasil penelusuran dalam FaceBook yang pernah penulis lakukan ternyata sudah ada beberapa teman konselor yang menjadi FaceBooker, namun tampaknya belum sepenuhnya keanggotaan dalam FaceBook-nya dijadikan sebagai media yang dapat menunjang tugas dan pekerjaannya sebagai konselor di sekolah.
Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis berusaha menawarkan gagasan bagaimana memanfaatkan kehadiran FaceBook sebagai salah satu media yang dapat mengoptimalkan peran konselor di sekolah dalam rangka pemberian layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
B. Apa Konseling FaceBook itu?
Yang dimaksud dengan Konseling FaceBook di sini penulis artikan sebagai bantuan psikologis kepada siswa (konseli) secara online melalui FaceBook agar siswa dapat memahami, menerima, mengarahkan, mengaktualisasikan dan mengembangkan dirinya secara optimal.
Layanan yang diberikan melalui Konseling FaceBook ini bisa mencakup semua fungsi-fungsi layanan bimbingan dan konseling, baik pencegahan, pemahaman, pengembangan, penempatan atau bahkan pengentasan.
Fungsi pencegahan dan pemahaman dapat dilakukan melalui penyajian berbagai informasi yang sekiranya dibutuhkan siswa. Dalam FaceBook disediakan fasilitas untuk menyajikan informasi yang dapat diakses oleh seluruh komunitas.
Sumber informasi tidak hanya berasal dari konselor semata tetapi juga dimungkinkan bersumber dari siswa untuk dibagikan kepada anggota komunitasnya. Informasi yang disajikan dapat juga dilakukan dengan mengambil tautan (link) yang tersedia di internet, yang mungkin jauh lebih kaya dibandingkan offline, baik untuk bidang pribadi, sosial, akademik maupun karier.
Fungsi pengembangan juga dapat dilakukan dalam FaceBook ini, misalnya membangun kebiasaan interaksi sosial secara positif dengan komunitas FaceBook-nya, atau menyalurkan berbagai pemikiran yang ada dalam diri setiap siswa dengan cara menuliskannya dalam FaceBook yang dikelolanya.
Sementara fungsi pengentasan dapat dilakukan melalui chatting secara online yang telah disediakan dalam FaceBook, dimana konselor dan konseli dapat berinteraksi langsung. Salah satu keunggulan dari FaceBook yaitu adanya jaminan privacy, yang memungkinkan untuk dilaksanakannya konseling perorangan, dengan terjaga kerahasiaannya. Fungsi pengentasan tidak hanya melalui interaksi konselor-konseli (siswa), tetapi juga dilakukan antar konseli (siswa), dimana siswa dapat saling berbagi dengan teman-teman yang dipercayainya.
Kendati demikian, kehadiran Program Konseling FaceBook di sekolah bukan dimaksudkan menggeser konseling konvensional, tetapi lebih dimaksudkan untuk melengkapi dan menunjang tugas-tugas pelayanan konseling konvensional agar pelayanan bimbingan dan konseling dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
C. Bagaimana Penyelenggaraan Konseling FaceBook itu?
Program Konseling FaceBook berbeda dengan keanggotaan dalam FaceBook pada umumnya, didalamnya membutuhkan kegiatan perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang terorganisir, serta evaluasi yang jelas.
Dalam perencanaan, perlu dilakukan sosialisasi kepada berbagai pihak terkait, terutama kepada siswa dan juga pihak manajemen sekolah, sehingga program Konseling FaceBook mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Dalam pelaksanaan, konselor bertindak sebagai Admin dari Program Konseling FaceBook di sekolah, yang akan mengelola jalannya Program Konseling FaceBook. Selain itu, konselor juga terutama bertindak sebagai tenaga ahli yang selalu siap memberikan bantuan psikologis kepada anggota komunitas yang tergabung dalam Program Konseling FaceBook.
Program Konseling FaceBook juga perlu dilakukan evaluasi baik evaluasi program, proses maupun produk. Data dari hasil evaluasi dapat digunakan untuk kepentingan perbaikan dan pengembangan Program Konseling FaceBook berikutnya.
Secara teknis, berikut ini beberapa pemikiran penulis tentang bagaimana menyelenggarakan Konseling FaceBook:
1. Pemahaman dan Penguasaan Konselor tentang FaceBook
Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu, untuk dapat menyelenggarakan Konseling FaceBook ini, terlebih dahulu konselor perlu memahami seluk beluk dalam mengoperasikan FaceBook, yang dapat dilakukan melalui belajar secara online melalui berbagai situs yang ada atau belajar kepada pihak lain yang sudah terbiasa menggunakan FaceBook. Dalam Konseling FaceBook, konselor bertindak sebagai Admin dari komunitas Bimbingan dan Konseling yang dikelolanya, yang bertugas men-setting FaceBook yang dikelolanya dan bertanggung jawab penuh terhadap kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan Konseling FaceBook.
2. Keanggotaan
Idealnya keanggotaan Konseling FaceBook dapat diikuti oleh seluruh siswa (konseli) yang menjadi tanggung jawab konselor yang bersangkutan, kendati demikian sebaiknya untuk keanggotaan ini tidak perlu dipaksakan tetapi harus berdasarkan asas sukarela. Dalam hal ini konselor berkewajiban mensosialisasikan program Konseling FaceBook kepada para siswanya sehingga siswa terpahamkan dan dapat secara sukarela tertarik untuk bergabung dalam Program Konseling FaceBook.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam keanggotaan Konseling FaceBook bahwa keanggotaan dalam Konseling FaceBook seyogyanya bersifat eksklusif, artinya terbatas hanya bisa diikuti oleh para siswa yang menjadi tanggung konselor yang bersangkutan. Oleh karena itu kepada siswa, yang sudah bergabung dalam komunitas Konseling FaceBook sebaiknya tidak diijinkan untuk meng-add (menambah) anggota secara sembarangan, karena menambahkan anggota secara sembarangan dapat merusak kohesivitas kelompok yang sudah terbentuk.
3. Waktu Pelayanan Konseling
Salah satu kendala pelayanan konseling di sekolah saat ini adalah waktu pelayanan (khususnya untuk kepentingan konseling perorangan) yang kerapkali berbenturan dengan kegiatan belajar-mengajar siswa di kelas. Sementara jika pelayanan konseling dilakukan di luar jam efektif pun, para konselor seringkali merasa berkeberatan, karena berbagai alasan tertentu. Oleh karena itu, Konseling FaceBook tampaknya bisa dijadikan sebagai alternatif mengatasi benturan waktu ini. Waktu pelayanan konseling melalui Konseling FaceBook bisa jauh lebih fleksibel. Untuk kepentingan pelayanan kepada siswa (konseli) diharapkan konselor bisa menyediakan waktu khusus online yang terjadwal, untuk memberikan kesempatan kepada siswa berinteraksi langsung dengan konselor.
4. Menentukan Aturan Main (Rule of The Game)
Untuk menyelenggarakan Konseling FaceBook terlebih dahulu perlu dirumuskan aturan main yang harus ditaati oleh konselor sebagai admin maupun siswa sebagai anggota. Selain aturan main yang ditentukan oleh FaceBook (term of services) itu sendiri, juga perlu dibuat aturan khusus terkait dengan penyelenggaraan Konseling FaceBook, yang didalamnya dapat terpenuhi asas-asas konseling, misalnya: pemenuhan asas kerahasiaan dimana setiap siswa yang sudah bergabung dalam komunitas Konseling FaceBook dapat berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan atas setiap informasi yang berkembang dalam Konseling FaceBook. Demikian pula dengan pemenuhan asas-asas bimbingan dan konseling lainnya.
==========
Silahkan selamat mencoba dan berinovasi. Saya percaya dengan segenap kreativitas yang Anda miliki pasti akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sekedar apa yang saya paparkan di atas.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/06/06/konseling-facebook-di-sekolah-kenapa-tidak/
UNDANG-UNDANG GURU: PERJUANGAN PANJANG MEWUJUDKAN HAK AZASI GURU
UNDANG-UNDANG GURU: PERJUANGAN PANJANG MEWUJUDKAN HAK AZASI GURU
Oleh: H. Mohamad Surya (Ketua Umum PB-PGRI)
PROSPEK PROFESI GURU PASCA UU GURU DAN DOSEN PROFESIONAL, SEJAHTERA, DAN TERLINDUNGI
Dengan catatan: Dukungan komitmen eksekutif & legislatif Akseptabilitas subyek terkait Penegakan hukum Dukungan anggaran dan sarana
- Guru dalam pendidikan “no teachers no education” (Ho Chi Minh)
- Guru sebagai pribadi
- Guru dalam keluarga,
- Guru di sekolah,
- Guru sebagai anggota masyarakat dan warga negara,
- Guru sebagai hamba Allah SWT
Tujuan pembuatan UU Guru : Mengangkat harkat, citra, dan martabat guru, meningkatkan tanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing, dan manager pembelajaran memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru, memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru, meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan, mendorong peran serta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.
UU GURU MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM DALAM: PROFESI KESEJAHTERAAN JAMINAN SOSIAL HAK DAN KEWAJIBAN
Landasan Hukum UUD 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan (2), dan Pasal 31 UU No 8/1978 Jo Undang-undang No 43/1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian UU Nomor 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU Nomor 20/2003 Tentang Sisdiknas UU Nomor 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah UU No –/– Tentang Badan Hukum Pendidikan.
Kinerja pendidikan nasional masih jauh dari harapan Guru sebagai tenaga profesional telah berperan dan bertanggung jawab mempersiapkan SDM yang berkualitas. Kondisi di lapangan memperlihatkan bahwa penghargaan terhadap profesi guru belum memadai.
ILO/UNESCO (1966) merekomendasikan status guru berupa: Kualifikasi untuk menjadi guru, Gaji yang layak, Jaminan sosial, Perlindungan hukum, Hak dan kewajiban.
Pada era globalisasi dan demokratisasi profesi guru harus ditempatkan pada posisi sepatutnya.
Keputusan Kongres XVIII PGRI tahun 1998 di Lembang Bandung mengamanatkan perlu diwujudkan Undang-undang Perlindungan Hukum bagi guru. Keputusan Kongres XIX PGRI di Semarang, tahun 2003 menuntut agar Undang-undang Guru dapat diselesaikan paling lambat tahun 2005.
Memiliki keahlian khusus yang harus dipersiapkan melalui pendidikan keahlian atau spesialisasi di bidang pendidikan dan pengajaran, Memiliki kemampuan untuk terus meningkatkan keterampilannya, dan Penghasilan yang memadai. Konsep Dasar (1) Tinjauan Kualifikasi.
Budaya bangsa memiliki nilai-nilai luhur sebagaimana tercermin dalam diri guru yaitu digugu dan ditiru. Konsep Dasar (2)
Pekerjaan guru merupakan profesi yang sangat tua usianya di dunia. Di Indonesia jauh sebelum kemerdekaan. Selama awal kemerdekaan sampai pertengahan abad XX profesi guru merupakan pekerjaan pengabdian yang mulia dan terhormat. Profesi guru cenderung terabaikan oleh masyarakat dan pemerintah. Konsep Dasar (3)
Profesi guru merupakan pekerjaan/jabatan pemersatu bangsa dan negara, melalui pemberian pemahaman dan penanaman nilai-nilai Kebhineka Tunggalikaan. Konsep Dasar (4)
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak awal kemerdekaan hingga sekarang belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi guru. Konsep Dasar (5).
Tahapan Perjuangan UU Guru Pengembangan wacana Pengembangan Naskah Akademik dan RUU Sosialisasi Internal dan Eksternal Pengkajian dan penyempurnaan Harmonisasi Lobi dan Konsultasi Izin Prakarsa Dari Presiden Pembahasan di DPR- RI
UU GURU dan DOSEN Terdiri dari 8 Bab dan 84 Pasal, 205 ayat Umum: 6 Bab, 15 Pasal, 23 ayat Tentang Guru: 1 Bab, 37 Pasal, 96 ayat Tentang Dosen: 1 Bab, 32 Pasal, 86 ayat
BAB IV: GURU Bagian Ke 1: Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi (Ps 8-13) Bagian Ke-2: Hak dan Kewajiban (Ps 14-20) Bagian Ke-3: Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 21-23) Bagian Ke-4: Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 24-31) Bagian Ke-5: Pembinaan dan Pengembangan (Ps 32-35) Bagian Ke-6: Penghargaan (Ps36-38) Bagian Ke-7: Perlindungan (Ps39) Bagian Ke-8: Cuti (Ps 40) Bagian Ke-9: Organisasi Profesi dan Kode Etik (Ps 41-44)
BAB V: DOSEN Bagian Ke-1: Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi dan Jabatan Akademik (Ps 45-50) Bagian Ke-2: Hak dan Kewajiban Dosen (Ps 51-60) Bagian Ke-3: Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 61-62) Bagian Ke-4: Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 63-69) Bagian Ke-5: Pembinaan dan Pengembangan (Ps 69-72) Bagian Ke-6: Penghargaan (Ps 73-74) Bagian Ke-7: Perlindungan (Ps 75) Bagian Ke-8: Cuti (Ps 76)
Guru adalah PENDIDIK PROFESIONAL dengan tugas utama: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (ps.1:1)
PENGAKUAN
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan: SERTIFIKAT PENDIDIK (ps.2 dan ps.3)
SERTIFIKASI
Sertifikasi pendidik guru dan dosen diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang: memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, dan ditetapkan oleh pemerintah (ps.11:2 dan 47:2)
FUNGSI GURU
Sebagai tenaga profesional: Berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (ps.4) Dosen sebagai tenaga profesional: Berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (ps.5)
TUJUAN
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan: Melaksanakan sistem pendidikan nasional Mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ps.6).
PERSYARATAN GURU
Guru wajib memiliki: Kualifikasi akademik Sarjana atau Diploma Empat (S1 atau D-IV) Kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional Sertifikat pendidik Sehat jasmani dan rohani Kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ps.8 s/d 12.
KEWAJIBAN GURU
Merencanakan pembelajaran, proses, evaluasi Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif Menjunjung tinggi perundang-undangan Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa (ps.20)
Guru Mempunyai Hak Memperoleh Penghasilan keb.hidup dan kesejahteraan sosial Promosi dan penghargaan Perlindungan melaksanakan tugas dan HKI Kesempatan meningkatkan kompetensi Memanfaatkan sarana dan prasarana Kebebasan dalam penilaian dan penentuan kelulusan, penghargaan, dll. Rasa aman dan jaminan keselamatan Kebebasan berserikat dlm org.profesi Kesempatan berperan dlm kebijakan pendidikan Kesempatan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi Pelatihan dan pengembangan profesi (ps.14.1).
LIMA PILAR KESEJAHTERAAN GURU IMBAL JASA RASA AMAN KONDISI KERJA HUBUNGAN ANTAR PRIBADI KEPASTIAN KARIR
PENGHASILAN DI ATAS KEBUTUHAN MINIMUM:
(Pasal 15) Gaji pokok, Tunjangan yang melekat pada gaji, Tunjangan profesi, Tunjangan fungsional, Tunjangan khusus, Maslahat tambahan.
MASLAHAT TAMBAHAN:
Berupa tambahan kesejahteraan dalam bentuk: Tunjangan pendidikan, Asuransi pendidikan, Beasiswa, Penghargaan bagi guru, Kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, Pelayanan kesehatan, Dan bentuk lainnya (Pasal 19 ayat 1)
PRINSIP PROFESIONAL GURU:
(UU Guru dan Dosen Pasal 7 ayat 1) Memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai Memiliki kompetensi yang diperlukan Memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan Memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerjanya Memiliki kesempatan pengembangan profesi Memiliki jaminan perlindungan hukum Memiliki organisasi profesi.
LINGKUP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU: KOMPETENSI PEDAGOGIK KOMPETENSI KEPRIBADIAN KOMPETENSI PROFESIONAL KOMPETENSI SOSIAL (Pasal 10 ayat 1)
Perlindungan terhadap guru (Ps.39) Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas (ayat 1) Perlindungan meliputi: 1. Perlindungan hukum terhadap: tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskrininatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari peserta didik, orang tua, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain 2. Perlindungan profesi terhadap: pemutusan hubungan kerja, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap. Profesi, pembatasan/pelarangan lain yang menghambat guru melaksanakan tugas. 3. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja,terhadap: resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Kewajiban pemenuhan kebutuhan guru (Pasal 24) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru (jumlah, kualifikasi akademik, kompetensi) untuk pendidikan usia dini, dikdas dan dikmen; Pemerintah pendidikan usia dini dan dikdas dikmen dan diksus Pemkab/kot Provinsi Swasta wajib memenuhi kebutuhan gurunya.
Hal-hal spesifik guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemda dapat ditempatkan pada jabatan struktural (Ps 26 ayat (1)) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemda dapat dipindahtugaskan antar provinsi/kabupaten/kota/ kecamatan maupun antar satuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi (Ps 28 ayat (1)). Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa 1 (satu) kali dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas (Ps 29 ayat (1)) Guru negeri wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun (Ps 29 ayat (2))
Yang masih memerlukan PP kompetensi guru sertifikasi pendidik anggaran peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik hak-hak guru tunjangan profesi guru tunjangan khusus guru maslahat tambahan penugasan WNI sbg guru dalam keadaan darurat pola ikatan dinas calon guru penempatan guru dalam jabatan struktural.Pemindahan guru penugasan guru di daerah khusus beban kerja guru penghargaan untuk guru, cuti untuk guru.
Substansi UU guru yang bernilai “ pembaharuan “ kualifikasi dan kompetensi guru hak dan kewajiban, guru pendidikan, guru pengembangan profesi guru, manajemen guru, perlindungan hukum, perlindungan profesi.
Keekfektifan implementasi ditentukkan oleh : Substansi yang terkandung akseptabilitas dari suyek yang terkait penegakkan hukum perlindungan anggaran dan sarana.
PELUANG DAN TANTANGAN: GURU:
Memperoleh jaminan hak, martabat, dan peningkatan kualitas professional. Pemerintah: kebijakan menempatkan guru dalam posisi sentral pendidikan, melalui manajemen guru yang tepat, organisasi guru: melakukan reformasi struktur, kultur, substansi, dan sdm pihak yang terkait: memberikan perlakuan secara proporsional dan porofesional.
Dari pergeseran paradigma sentralistik birokratik otoriter komunikasi satu arah kaku berpusat pada manager desentralistik pendagogik demokratik komunikasi dua arah luwes yang berpusat pada guru.
PERANAN PGRI
Peranan PGRI sangat besar sebagai motor dan motivator dalam mempercepat pelaksanaan UU guru dan dosen.Langkah yang strategis yang perlu dilakukkan, sosialisasi undang-undang guru, mendesak pemerintah untuk mempercepat implementasi UU dengan segera mewujudkan peraturan, pemerintah mendesak realisasi anggaran pendidikan menjadi 20% APBN/APBD ,mempercepat proses pelaksanaan sertifikasi, mempercepat proses pendidikan dan pelatihan konsolidasi organisasi pembentukan organisasi profesi di lingkungan PGRI ,pembentukan dewan kehormatan memantapkan kode etik profesi guru.
http://www.sekolahmaya.co.cc/?p=119
Oleh: H. Mohamad Surya (Ketua Umum PB-PGRI)
PROSPEK PROFESI GURU PASCA UU GURU DAN DOSEN PROFESIONAL, SEJAHTERA, DAN TERLINDUNGI
Dengan catatan: Dukungan komitmen eksekutif & legislatif Akseptabilitas subyek terkait Penegakan hukum Dukungan anggaran dan sarana
- Guru dalam pendidikan “no teachers no education” (Ho Chi Minh)
- Guru sebagai pribadi
- Guru dalam keluarga,
- Guru di sekolah,
- Guru sebagai anggota masyarakat dan warga negara,
- Guru sebagai hamba Allah SWT
Tujuan pembuatan UU Guru : Mengangkat harkat, citra, dan martabat guru, meningkatkan tanggung jawab profesi guru sebagai pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing, dan manager pembelajaran memberdayakan dan mendayagunakan profesi guru, memberikan jaminan kesejahteraan dan perlindungan terhadap profesi guru, meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan, mendorong peran serta masyarakat dan kepedulian terhadap guru.
UU GURU MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM DALAM: PROFESI KESEJAHTERAAN JAMINAN SOSIAL HAK DAN KEWAJIBAN
Landasan Hukum UUD 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan (2), dan Pasal 31 UU No 8/1978 Jo Undang-undang No 43/1999 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian UU Nomor 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU Nomor 20/2003 Tentang Sisdiknas UU Nomor 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah UU No –/– Tentang Badan Hukum Pendidikan.
Kinerja pendidikan nasional masih jauh dari harapan Guru sebagai tenaga profesional telah berperan dan bertanggung jawab mempersiapkan SDM yang berkualitas. Kondisi di lapangan memperlihatkan bahwa penghargaan terhadap profesi guru belum memadai.
ILO/UNESCO (1966) merekomendasikan status guru berupa: Kualifikasi untuk menjadi guru, Gaji yang layak, Jaminan sosial, Perlindungan hukum, Hak dan kewajiban.
Pada era globalisasi dan demokratisasi profesi guru harus ditempatkan pada posisi sepatutnya.
Keputusan Kongres XVIII PGRI tahun 1998 di Lembang Bandung mengamanatkan perlu diwujudkan Undang-undang Perlindungan Hukum bagi guru. Keputusan Kongres XIX PGRI di Semarang, tahun 2003 menuntut agar Undang-undang Guru dapat diselesaikan paling lambat tahun 2005.
Memiliki keahlian khusus yang harus dipersiapkan melalui pendidikan keahlian atau spesialisasi di bidang pendidikan dan pengajaran, Memiliki kemampuan untuk terus meningkatkan keterampilannya, dan Penghasilan yang memadai. Konsep Dasar (1) Tinjauan Kualifikasi.
Budaya bangsa memiliki nilai-nilai luhur sebagaimana tercermin dalam diri guru yaitu digugu dan ditiru. Konsep Dasar (2)
Pekerjaan guru merupakan profesi yang sangat tua usianya di dunia. Di Indonesia jauh sebelum kemerdekaan. Selama awal kemerdekaan sampai pertengahan abad XX profesi guru merupakan pekerjaan pengabdian yang mulia dan terhormat. Profesi guru cenderung terabaikan oleh masyarakat dan pemerintah. Konsep Dasar (3)
Profesi guru merupakan pekerjaan/jabatan pemersatu bangsa dan negara, melalui pemberian pemahaman dan penanaman nilai-nilai Kebhineka Tunggalikaan. Konsep Dasar (4)
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak awal kemerdekaan hingga sekarang belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur profesi guru. Konsep Dasar (5).
Tahapan Perjuangan UU Guru Pengembangan wacana Pengembangan Naskah Akademik dan RUU Sosialisasi Internal dan Eksternal Pengkajian dan penyempurnaan Harmonisasi Lobi dan Konsultasi Izin Prakarsa Dari Presiden Pembahasan di DPR- RI
UU GURU dan DOSEN Terdiri dari 8 Bab dan 84 Pasal, 205 ayat Umum: 6 Bab, 15 Pasal, 23 ayat Tentang Guru: 1 Bab, 37 Pasal, 96 ayat Tentang Dosen: 1 Bab, 32 Pasal, 86 ayat
BAB IV: GURU Bagian Ke 1: Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi (Ps 8-13) Bagian Ke-2: Hak dan Kewajiban (Ps 14-20) Bagian Ke-3: Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 21-23) Bagian Ke-4: Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 24-31) Bagian Ke-5: Pembinaan dan Pengembangan (Ps 32-35) Bagian Ke-6: Penghargaan (Ps36-38) Bagian Ke-7: Perlindungan (Ps39) Bagian Ke-8: Cuti (Ps 40) Bagian Ke-9: Organisasi Profesi dan Kode Etik (Ps 41-44)
BAB V: DOSEN Bagian Ke-1: Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi dan Jabatan Akademik (Ps 45-50) Bagian Ke-2: Hak dan Kewajiban Dosen (Ps 51-60) Bagian Ke-3: Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 61-62) Bagian Ke-4: Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 63-69) Bagian Ke-5: Pembinaan dan Pengembangan (Ps 69-72) Bagian Ke-6: Penghargaan (Ps 73-74) Bagian Ke-7: Perlindungan (Ps 75) Bagian Ke-8: Cuti (Ps 76)
Guru adalah PENDIDIK PROFESIONAL dengan tugas utama: mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (ps.1:1)
PENGAKUAN
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan: SERTIFIKAT PENDIDIK (ps.2 dan ps.3)
SERTIFIKASI
Sertifikasi pendidik guru dan dosen diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang: memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, dan ditetapkan oleh pemerintah (ps.11:2 dan 47:2)
FUNGSI GURU
Sebagai tenaga profesional: Berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (ps.4) Dosen sebagai tenaga profesional: Berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (ps.5)
TUJUAN
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan: Melaksanakan sistem pendidikan nasional Mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ps.6).
PERSYARATAN GURU
Guru wajib memiliki: Kualifikasi akademik Sarjana atau Diploma Empat (S1 atau D-IV) Kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional Sertifikat pendidik Sehat jasmani dan rohani Kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional (ps.8 s/d 12.
KEWAJIBAN GURU
Merencanakan pembelajaran, proses, evaluasi Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif Menjunjung tinggi perundang-undangan Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa (ps.20)
Guru Mempunyai Hak Memperoleh Penghasilan keb.hidup dan kesejahteraan sosial Promosi dan penghargaan Perlindungan melaksanakan tugas dan HKI Kesempatan meningkatkan kompetensi Memanfaatkan sarana dan prasarana Kebebasan dalam penilaian dan penentuan kelulusan, penghargaan, dll. Rasa aman dan jaminan keselamatan Kebebasan berserikat dlm org.profesi Kesempatan berperan dlm kebijakan pendidikan Kesempatan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi Pelatihan dan pengembangan profesi (ps.14.1).
LIMA PILAR KESEJAHTERAAN GURU IMBAL JASA RASA AMAN KONDISI KERJA HUBUNGAN ANTAR PRIBADI KEPASTIAN KARIR
PENGHASILAN DI ATAS KEBUTUHAN MINIMUM:
(Pasal 15) Gaji pokok, Tunjangan yang melekat pada gaji, Tunjangan profesi, Tunjangan fungsional, Tunjangan khusus, Maslahat tambahan.
MASLAHAT TAMBAHAN:
Berupa tambahan kesejahteraan dalam bentuk: Tunjangan pendidikan, Asuransi pendidikan, Beasiswa, Penghargaan bagi guru, Kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, Pelayanan kesehatan, Dan bentuk lainnya (Pasal 19 ayat 1)
PRINSIP PROFESIONAL GURU:
(UU Guru dan Dosen Pasal 7 ayat 1) Memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai Memiliki kompetensi yang diperlukan Memiliki ikatan kesejawatan dan kode etik profesi Bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan Memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerjanya Memiliki kesempatan pengembangan profesi Memiliki jaminan perlindungan hukum Memiliki organisasi profesi.
LINGKUP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU: KOMPETENSI PEDAGOGIK KOMPETENSI KEPRIBADIAN KOMPETENSI PROFESIONAL KOMPETENSI SOSIAL (Pasal 10 ayat 1)
Perlindungan terhadap guru (Ps.39) Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas (ayat 1) Perlindungan meliputi: 1. Perlindungan hukum terhadap: tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskrininatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari peserta didik, orang tua, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain 2. Perlindungan profesi terhadap: pemutusan hubungan kerja, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap. Profesi, pembatasan/pelarangan lain yang menghambat guru melaksanakan tugas. 3. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja,terhadap: resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Kewajiban pemenuhan kebutuhan guru (Pasal 24) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru (jumlah, kualifikasi akademik, kompetensi) untuk pendidikan usia dini, dikdas dan dikmen; Pemerintah pendidikan usia dini dan dikdas dikmen dan diksus Pemkab/kot Provinsi Swasta wajib memenuhi kebutuhan gurunya.
Hal-hal spesifik guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemda dapat ditempatkan pada jabatan struktural (Ps 26 ayat (1)) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemda dapat dipindahtugaskan antar provinsi/kabupaten/kota/ kecamatan maupun antar satuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi (Ps 28 ayat (1)). Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa 1 (satu) kali dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas (Ps 29 ayat (1)) Guru negeri wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun (Ps 29 ayat (2))
Yang masih memerlukan PP kompetensi guru sertifikasi pendidik anggaran peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik hak-hak guru tunjangan profesi guru tunjangan khusus guru maslahat tambahan penugasan WNI sbg guru dalam keadaan darurat pola ikatan dinas calon guru penempatan guru dalam jabatan struktural.Pemindahan guru penugasan guru di daerah khusus beban kerja guru penghargaan untuk guru, cuti untuk guru.
Substansi UU guru yang bernilai “ pembaharuan “ kualifikasi dan kompetensi guru hak dan kewajiban, guru pendidikan, guru pengembangan profesi guru, manajemen guru, perlindungan hukum, perlindungan profesi.
Keekfektifan implementasi ditentukkan oleh : Substansi yang terkandung akseptabilitas dari suyek yang terkait penegakkan hukum perlindungan anggaran dan sarana.
PELUANG DAN TANTANGAN: GURU:
Memperoleh jaminan hak, martabat, dan peningkatan kualitas professional. Pemerintah: kebijakan menempatkan guru dalam posisi sentral pendidikan, melalui manajemen guru yang tepat, organisasi guru: melakukan reformasi struktur, kultur, substansi, dan sdm pihak yang terkait: memberikan perlakuan secara proporsional dan porofesional.
Dari pergeseran paradigma sentralistik birokratik otoriter komunikasi satu arah kaku berpusat pada manager desentralistik pendagogik demokratik komunikasi dua arah luwes yang berpusat pada guru.
PERANAN PGRI
Peranan PGRI sangat besar sebagai motor dan motivator dalam mempercepat pelaksanaan UU guru dan dosen.Langkah yang strategis yang perlu dilakukkan, sosialisasi undang-undang guru, mendesak pemerintah untuk mempercepat implementasi UU dengan segera mewujudkan peraturan, pemerintah mendesak realisasi anggaran pendidikan menjadi 20% APBN/APBD ,mempercepat proses pelaksanaan sertifikasi, mempercepat proses pendidikan dan pelatihan konsolidasi organisasi pembentukan organisasi profesi di lingkungan PGRI ,pembentukan dewan kehormatan memantapkan kode etik profesi guru.
http://www.sekolahmaya.co.cc/?p=119
10 Info Penting Untuk Guru
10 Info Penting Untuk Guru
Untuk mempermudah dan membantu perkembangan hubungan yang positif antara guru dan anak anda, sebaiknya beritahu guru mengenai kebisaan atau kebutuhan khusus si kecil. Info-info yang terlihat sepele ini, sebetulnya amat bermanfaat, baik untuk pihak sekolah, murid, dan orang tua.
1.Mata pelajaran yang disukai
Beritahu mata pelajaran yang paling dikuasai dan disukai anak sehingga guru dapat lebih mendorong anak untuk mencapai prestasi yang maksimal.
2.Mata pelajaran yang sulit
Sampaikan pula mata pelajaran yang dirasa sulit bagi anak. Entah itu Matematika atau Bahasa Inggris. Dengan demikian guru tahu dan bisa memberi perhatian khusus padanya dan mencoba menolong mengatasinya.
3.Alergi
Sangatlah penting untuk memberitahu guru jika anak Anda menderita alergi terhadap makanan tertentu atau sesuatu dan sampai sejauh mana alergi itu mengganggu anak
4.Kesehatan
Informasikan kepada guru jika anak memiliki masalah kesehatan yang meminta perhatian khusus. Misalnya, anak menderita asma, epilepsi, diabet, atau anak harus minum obat tertentu pada jam-jam tertentu pula.
5.Kegiatan luar sekolah
Terangkan semua aktivitas yang dilakukan anak di luar jam sekolah sehingga guru akan mengerti kegiatan anak sehari-harinya.
6.Agama
Jika kebetulan keluarga Anda menganut suatu agama atau kepercayaan yang mengharuskan anak tidak masuk sekolah untuk mengikuti upacara/ritual tertentu atau berpantang tidak memakan sesuatu makanan, jangan lupa untuk menginformasikan semua ini kepada guru.
7.Masalah keluarga
Bila di dalam keluarga misalnya mempunyai adik baru, kematian salah satu anggota keluarga, perceraian antara orang tua, sebaiknya juga disampaikan pada guru. Masalah-masalah seperti itu umumnya mempengaruhi perilaku, perasaan, dan emosi anak.
8.Sesuatu yang sensitif
Beritahu pada guru jika anak Anda sangat perasa. Misalnya kepada bentuk badannya, berat badannya, penampilannya, bicara gagap, sifatnya amat pemalu, atau takut/trauma terhadap sesuatu (semisal trauma terhadap air sehingga ia kesulitan mengikuti mata pelajaran renang). Dengan demikian guru dapat berhati-hati dan menghindari terjadinya masalah.
9.Hobi
Kalau anak anda sangat menyenangi dan dapat bermain musik, jago basket, mungkin guru akan dapat memasukkannya ke dalam salah satu kegiatan di sekolah.
10. Tingkah laku
Informasikan semua sifat/tingkah laku, kebiasaan anak. Misalnya, anak cenderung jadi sangat menjengkelkan di sore hari, cepat merasa frustasi dengan suatu proyek yang dikerjakannya. Jelaskan pula apa usaha-usaha yang telah Anda lakukan untuk mengatasi masalah ini.
Tabloid Nova Jan 2006
http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=22
Untuk mempermudah dan membantu perkembangan hubungan yang positif antara guru dan anak anda, sebaiknya beritahu guru mengenai kebisaan atau kebutuhan khusus si kecil. Info-info yang terlihat sepele ini, sebetulnya amat bermanfaat, baik untuk pihak sekolah, murid, dan orang tua.
1.Mata pelajaran yang disukai
Beritahu mata pelajaran yang paling dikuasai dan disukai anak sehingga guru dapat lebih mendorong anak untuk mencapai prestasi yang maksimal.
2.Mata pelajaran yang sulit
Sampaikan pula mata pelajaran yang dirasa sulit bagi anak. Entah itu Matematika atau Bahasa Inggris. Dengan demikian guru tahu dan bisa memberi perhatian khusus padanya dan mencoba menolong mengatasinya.
3.Alergi
Sangatlah penting untuk memberitahu guru jika anak Anda menderita alergi terhadap makanan tertentu atau sesuatu dan sampai sejauh mana alergi itu mengganggu anak
4.Kesehatan
Informasikan kepada guru jika anak memiliki masalah kesehatan yang meminta perhatian khusus. Misalnya, anak menderita asma, epilepsi, diabet, atau anak harus minum obat tertentu pada jam-jam tertentu pula.
5.Kegiatan luar sekolah
Terangkan semua aktivitas yang dilakukan anak di luar jam sekolah sehingga guru akan mengerti kegiatan anak sehari-harinya.
6.Agama
Jika kebetulan keluarga Anda menganut suatu agama atau kepercayaan yang mengharuskan anak tidak masuk sekolah untuk mengikuti upacara/ritual tertentu atau berpantang tidak memakan sesuatu makanan, jangan lupa untuk menginformasikan semua ini kepada guru.
7.Masalah keluarga
Bila di dalam keluarga misalnya mempunyai adik baru, kematian salah satu anggota keluarga, perceraian antara orang tua, sebaiknya juga disampaikan pada guru. Masalah-masalah seperti itu umumnya mempengaruhi perilaku, perasaan, dan emosi anak.
8.Sesuatu yang sensitif
Beritahu pada guru jika anak Anda sangat perasa. Misalnya kepada bentuk badannya, berat badannya, penampilannya, bicara gagap, sifatnya amat pemalu, atau takut/trauma terhadap sesuatu (semisal trauma terhadap air sehingga ia kesulitan mengikuti mata pelajaran renang). Dengan demikian guru dapat berhati-hati dan menghindari terjadinya masalah.
9.Hobi
Kalau anak anda sangat menyenangi dan dapat bermain musik, jago basket, mungkin guru akan dapat memasukkannya ke dalam salah satu kegiatan di sekolah.
10. Tingkah laku
Informasikan semua sifat/tingkah laku, kebiasaan anak. Misalnya, anak cenderung jadi sangat menjengkelkan di sore hari, cepat merasa frustasi dengan suatu proyek yang dikerjakannya. Jelaskan pula apa usaha-usaha yang telah Anda lakukan untuk mengatasi masalah ini.
Tabloid Nova Jan 2006
http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=22
Selasa, 24 November 2009
Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Menimbang:
a. Maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
c. Bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen;
Mengingat:
1.Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4.Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5.Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6.Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7.Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8.Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10.Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11.Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12.Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13.Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14.Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15.Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
16.Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17.Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18.Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
19.Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20.Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21.Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1)Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1)Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1)Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d.Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e.Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g.Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i.Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2)Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1)Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2)Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1)Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a.Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e.Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f.Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g.Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h.Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i.Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k.Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1)Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1)Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2)Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1)Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
(2)Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1)Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a.Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d.Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e.Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1)Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1)Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2)Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 24
(1)Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2)Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3)Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4)Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1)Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4)Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1)Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4)Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1)Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.Meninggal dunia;
b.Mencapai batas usia pensiun;
c.Atas permintaan sendiri;
d.Sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e.Berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2)Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.Melanggar sumpah dan janji jabatan;
b.Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3)Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1)Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1)Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2)Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4)Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2)Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1)Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2)Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam Penghargaan
Pasal 36
(1)Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2)Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1)Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2)Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh Perlindungan
Pasal 39
(1)Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2)Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4)Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5)Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan Cuti
Pasal 40
(1)Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1)Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2)Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4)Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a.Menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b.Memberikan bantuan hukum kepada guru;
c.Memberikan perlindungan profesi guru;
d.Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e.Memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1)Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2)Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1)Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
(2)Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3)Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4)Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5)Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1)Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2)Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a.Lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b.Lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3)Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4)Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Pasal 47
(1)Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a.Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b.Memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c.Lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1)Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2)Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3)Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4)Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1)Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2)Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3)Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4)Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1)Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2)Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3)Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1)Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a.Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e.Memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f.Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
g.Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1)Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1)Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2)Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1)Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2)Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1)Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2)Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1)Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1)Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1)Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2)Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a.Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b.Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c.Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e.Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f.Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1)Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1)Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 63
(1)Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1)Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1)Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.Meninggal dunia;
b.Mencapai batas usia pensiun;
c.Atas permintaan sendiri;
d.Tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e.Berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2)Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.Melanggar sumpah dan janji jabatan;
b.Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3)Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4)Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5)Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6)Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1)Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 69
(1)Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2)Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1)Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3)Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72
(1)Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2)Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam Penghargaan
Pasal 73
(1)Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2)Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1)Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2)Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh Perlindungan
Pasal 75
(1)Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2)Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4)Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5)Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6)Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan Cuti
Pasal 76
(1)Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.Teguran;
b.Peringatan tertulis;
c.Penundaan pemberian hak guru;
d.Penurunan pangkat;
e.Pemberhentian dengan hormat; atau
f.Pemberhentian tidak dengan hormat.
(3)Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4)Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6)Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1)Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.Teguran;
b.Peringatan tertulis;
c.Penundaan pemberian hak dosen;
d.Penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e.Pemberhentian dengan hormat; atau
f.Pemberhentian tidak dengan hormat.
(3)Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4)Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5)Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
(1)Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a.Teguran;
b.Peringatan tertulis;
c.Pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d.Pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1)Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a.Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b.Dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(2)Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1)Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2)Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa :
(1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (
2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang;
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut: 1. mengangkat martabat guru dan dosen; 2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen; 5. meningkatkan mutu pembelajaran; 6. meningkatkan mutu pendidikan nasional; 7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan 9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
II.PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Ayat (1)
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Pasal 5 Cukup jelas.
Pasal 6 Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 11 Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13 Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1) huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya
secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua. huruf b Cukup jelas. huruf c Cukup jelas. huruf d Cukup jelas. huruf e Cukup jelas. huruf f Cukup jelas. huruf g Cukup jelas. huruf h Cukup jelas. huruf i Cukup jelas. huruf j Cukup jelas. huruf k Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 15 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 18 Ayat (1)
Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 19 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat akademik untuk menempuh pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal 34 Cukup jelas.
Pasal 35 Cukup jelas.
Pasal 36 Cukup jelas.
Pasal 37 Cukup jelas.
Pasal 38 Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40 Cukup jelas.
Pasal 41 Cukup jelas.
Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas.
Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan dosen dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 46 Cukup jelas.
Pasal 47 Cukup jelas.
Pasal 48 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas.
Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Yang dimaksud dengan secara langsung adalah tanpa berjenjang. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1) huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dosen dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua. huruf b Cukup jelas. huruf c Cukup jelas. huruf d Cukup jelas. huruf e Cukup jelas. huruf f Cukup jelas. huruf g Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 52 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 53 Cukup jelas.
Pasal 54 Cukup jelas.
Pasal 55 Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 52 ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 56 Cukup jelas.
Pasal 57 Cukup jelas.
Pasal 58 Cukup jelas.
Pasal 59 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.
Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus adalah alokasi anggaran dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang mendalami ilmu langka tersebut. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 60 Cukup jelas.
Pasal 61 Cukup jelas.
Pasal 62 Cukup jelas.
Pasal 63 Cukup jelas.
Pasal 64 Cukup jelas.
Pasal 65 Cukup jelas.
Pasal 66 Cukup jelas.
Pasal 67 Cukup jelas.
Pasal 68 Cukup jelas.
Pasal 69 Cukup jelas.
Pasal 70 Cukup jelas.
Pasal 71 Cukup jelas.
Pasal 72 Cukup jelas.
Pasal 73 Cukup jelas.
Pasal 74 Cukup jelas.
Pasal 75 Cukup jelas.
Pasal 76 Cukup jelas.
Pasal 77 Cukup jelas.
Pasal 78 Cukup jelas.
Pasal 79 Cukup jelas.
Pasal 80 Cukup jelas.
Pasal 81 Cukup jelas.
Pasal 82 Cukup jelas.
Pasal 83 Cukup jelas.
Pasal 84 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45
Diperoleh dari "http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_14_Tahun_2005"
a. Maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa untuk menjamin perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
c. Bahwa guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen;
Mengingat:
1.Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.Guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4.Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5.Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6.Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7.Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8.Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10.Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
11.Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.
12.Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
13.Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14.Lembaga pendidikan tenaga kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15.Gaji adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
16.Penghasilan adalah hak yang diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik profesional.
17.Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18.Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
19.Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20.Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21.Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
KEDUDUKAN, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1)Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1)Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengakuan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
BAB III
PRINSIP PROFESIONALITAS
Pasal 7
(1)Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a.Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
d.Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e.Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g.Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
h.Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan
i.Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2)Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
GURU
Bagian Kesatu Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1)Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2)Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1)Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a.Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e.Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f.Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g.Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h.Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i.Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau
k.Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1)Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1)Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2)Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1)Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daerah khusus.
(2)Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1)Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a.Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b.Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d.Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
e.Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1)Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1)Pemerintah mengembangkan sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2)Kurikulum pendidikan guru pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Bagian Keempat Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 24
(1)Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2)Pemerintah provinsi wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3)Pemerintah kabupaten/kota wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4)Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1)Pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)Pengangkatan dan penempatan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas, baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Dalam hal permohonan kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4)Pemindahan guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1)Guru yang bertugas di daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
(2)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4)Dalam hal terjadi kekosongan guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1)Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.Meninggal dunia;
b.Mencapai batas usia pensiun;
c.Atas permintaan sendiri;
d.Sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau
e.Berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2)Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.Melanggar sumpah dan janji jabatan;
b.Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3)Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4)Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun.
(5)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1)Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1)Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2)Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan fungsional.
(4)Pembinaan dan pengembangan karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(2)Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru.
(3)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1)Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
(2)Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam Penghargaan
Pasal 36
(1)Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2)Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1)Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(2)Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)Penghargaan kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh Perlindungan
Pasal 39
(1)Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2)Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4)Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5)Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan Cuti
Pasal 40
(1)Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji penuh.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1)Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2)Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4)Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a.Menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b.Memberikan bantuan hukum kepada guru;
c.Memberikan perlindungan profesi guru;
d.Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e.Memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1)Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2)Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1)Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
(2)Keanggotaan serta mekanisme kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3)Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4)Rekomendasi dewan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5)Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1)Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2)Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a.Lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b.Lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3)Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4)Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Pasal 47
(1)Sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
a.Memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
b.Memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c.Lulus sertifikasi yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)Pemerintah menetapkan perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1)Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2)Jenjang jabatan akademik dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3)Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4)Pengaturan kewenangan jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1)Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
(2)Profesor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.
(3)Profesor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4)Pengaturan lebih lanjut mengenai profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1)Setiap orang yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2)Setiap orang, yang akan diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti proses seleksi.
(3)Setiap orang dapat diangkat secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1)Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a.Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e.Memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f.Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
g.Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1)Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1)Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2)Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1)Pemerintah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh Pemerintah.
(2)Pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 55
(1)Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang bertugas di daerah khusus.
(2)Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1)Pemerintah memberikan tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1)Maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
(2)Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1)Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2)Dosen yang diangkat oleh Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a.Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b.Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c.Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
e.Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
f.Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1)Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1)Pemerintah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 63
(1)Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)Pengangkatan dan penempatan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1)Dosen yang diangkat oleh Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1)Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.Meninggal dunia;
b.Mencapai batas usia pensiun;
c.Atas permintaan sendiri;
d.Tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau
e.Berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2)Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena:
a.Melanggar sumpah dan janji jabatan;
b.Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3)Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4)Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5)Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6)Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1)Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)Dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 69
(1)Pembinaan dan pengembangan dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2)Pembinaan dan pengembangan profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)Pembinaan dan pengembangan profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)Pembinaan dan pengembangan karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1)Pemerintah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)Satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3)Pemerintah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72
(1)Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
(2)Beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam Penghargaan
Pasal 73
(1)Dosen yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
(2)Dosen yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1)Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan, dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2)Penghargaan dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)Penghargaan kepada dosen dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari besar lain.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh Perlindungan
Pasal 75
(1)Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2)Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain.
(4)Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam pelaksanaan tugas.
(5)Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6)Dalam rangka kegiatan akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan Cuti
Pasal 76
(1)Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Dosen memperoleh cuti untuk studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1)Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.Teguran;
b.Peringatan tertulis;
c.Penundaan pemberian hak guru;
d.Penurunan pangkat;
e.Pemberhentian dengan hormat; atau
f.Pemberhentian tidak dengan hormat.
(3)Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(4)Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi profesi.
(6)Guru yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1)Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.Teguran;
b.Peringatan tertulis;
c.Penundaan pemberian hak dosen;
d.Penurunan pangkat dan jabatan akademik;
e.Pemberhentian dengan hormat; atau
f.Pemberhentian tidak dengan hormat.
(3)Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4)Dosen yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.
(5)Dosen yang dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai hak membela diri.
Pasal 79
(1)Penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a.Teguran;
b.Peringatan tertulis;
c.Pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan; atau
d.Pembekuan kegiatan penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 80
(1)Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a.Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
b.Dosen yang belum memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) dan memperoleh maslahat tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki sertifikat pendidik.
(2)Tunjangan fungsional dan maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 82
(1)Pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2)Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas) bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 157
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
I. UMUM
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa :
(1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (
2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang;
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan uraian di atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut: 1. mengangkat martabat guru dan dosen; 2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 3. meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 4. memajukan profesi serta karier guru dan dosen; 5. meningkatkan mutu pembelajaran; 6. meningkatkan mutu pendidikan nasional; 7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8. mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan 9. meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Sejalan dengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan visi, misi, dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik dan kompetensi;
2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen;
5. peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas profesional;
6. peningkatan peran organisasi profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional;
7. penguatan kesetaraan antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
8. penguatan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional; dan
9. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian, ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu, diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
II.PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Ayat (1)
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik.
Pasal 5 Cukup jelas.
Pasal 6 Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 11 Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13 Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1) huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya
secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua. huruf b Cukup jelas. huruf c Cukup jelas. huruf d Cukup jelas. huruf e Cukup jelas. huruf f Cukup jelas. huruf g Cukup jelas. huruf h Cukup jelas. huruf i Cukup jelas. huruf j Cukup jelas. huruf k Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 15 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 18 Ayat (1)
Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 19 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa kesempatan dan keringanan biaya pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat akademik untuk menempuh pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal 34 Cukup jelas.
Pasal 35 Cukup jelas.
Pasal 36 Cukup jelas.
Pasal 37 Cukup jelas.
Pasal 38 Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40 Cukup jelas.
Pasal 41 Cukup jelas.
Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas.
Pasal 44 Cukup jelas.
Pasal 45
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan dosen dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 46 Cukup jelas.
Pasal 47 Cukup jelas.
Pasal 48 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas.
Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Yang dimaksud dengan secara langsung adalah tanpa berjenjang. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1) huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dosen dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua. huruf b Cukup jelas. huruf c Cukup jelas. huruf d Cukup jelas. huruf e Cukup jelas. huruf f Cukup jelas. huruf g Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 52 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada dosen sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 53 Cukup jelas.
Pasal 54 Cukup jelas.
Pasal 55 Ayat (1)
Lihat penjelasan Pasal 52 ayat (1) Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 56 Cukup jelas.
Pasal 57 Cukup jelas.
Pasal 58 Cukup jelas.
Pasal 59 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.
Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus adalah alokasi anggaran dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang mendalami ilmu langka tersebut. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 60 Cukup jelas.
Pasal 61 Cukup jelas.
Pasal 62 Cukup jelas.
Pasal 63 Cukup jelas.
Pasal 64 Cukup jelas.
Pasal 65 Cukup jelas.
Pasal 66 Cukup jelas.
Pasal 67 Cukup jelas.
Pasal 68 Cukup jelas.
Pasal 69 Cukup jelas.
Pasal 70 Cukup jelas.
Pasal 71 Cukup jelas.
Pasal 72 Cukup jelas.
Pasal 73 Cukup jelas.
Pasal 74 Cukup jelas.
Pasal 75 Cukup jelas.
Pasal 76 Cukup jelas.
Pasal 77 Cukup jelas.
Pasal 78 Cukup jelas.
Pasal 79 Cukup jelas.
Pasal 80 Cukup jelas.
Pasal 81 Cukup jelas.
Pasal 82 Cukup jelas.
Pasal 83 Cukup jelas.
Pasal 84 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45
Diperoleh dari "http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_14_Tahun_2005"
Langganan:
Postingan (Atom)