Rabu, 23 Desember 2009

Pengelolaan Dana Investasi Sekolah Kurang Optimal

Standard Pengelolaan Pendidikan, Bidang Keuangan dan Pembiayaan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (Permendiknas No. 19 Tahun 2007) yaitu : Butir b, 4 bahwa “pembukuan semua penerimaan dan pengeluaran serta penggunaan anggaran, untuk dilaporkan kepada komite sekolah/madrasah, serta institusi di atasanya”; Butir d bahwa “ pedoman pengelolaan biaya investasi dan operasional sekolah/madrasah disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menjamin tercapainya pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel”.

Kurang transparannya pengelolaan keuangan sekolah, berpotensi terjadinya penyalahgunaan dana investasi sekolah untuk kepentingan pribadi atau oknum-oknum tertentu dalam lingkungan lembaga pendidikan. Oknum-oknum tersebut adalah kepala sekolah, bendahara sekolah dan komite sekolah. Sementara warga sekolah yang lain seperti guru, karyawan, siswa dan masyarakat tidak bisa berbuat banyak. Sehingga sering mendapatkan kritik pedas dari warga masyarakat yang peduli dengan dunia pendidikan. Namun kritikan tersebut membuat oknum tidak menjadi gentar, tetapi malahan semakin merajalela karena masyarakat dianggapnya bodoh dan tidak tahu manajemen keuangan.

Peran komite sekolah adalah melakukan evaluasi dan pengawasan dalam pengelolaan dana sekolah dan bersama pihak sekolah melaporkan serta mempertanggungjawabkan kepada otoritas yang lebih tinggi dan masyarakat umum. Namun peran komite lebih condong/memihak pada sekolah dari pada membela kepentingan siswa dan masyarakat.

Digulirkannya program sekolah gratis untuk SD dan SMP Negeri mulai Januari 2009, membuat pihak sekolah berteriak-teriak lantang dengan alasan dana yang alokasikan pemerintah tidak cukup. Padahal pemerintah sudah memperhitungkan dengan seksama bahwa dana tersebut cukup untuk biaya operasional pendidikan. Mereka yang berteriak-teriak itu adalah oknum yang sudah biasa menikmati dana investasi sekolah. Sebelum digulirkan program sekolah gratis, dana investasi sekolah bisa untuk bancakan oknum-oknum di sekolah dan sekarang oknum-oknum tersebut gigit jari sambil menahan nyerinya sakit kepala.

Akhirnya kegiatan-kegiatan yang dianggap tidak penting ditiadakan dengan alasan dana tidak ada. Padahal kegiatan tersesbut sangat disukai siswa seperti ekstrakurikuler Pramuka, PMR, KIR, Komputer dan lain sebagainya. Sehingga siswa hanya dijejali ilmu-ilmu yang bersifat pengetah uan (kognitif). Pembelajaran dari aspek afektif dan psikomotorik tidak pernah tersentuh, dengan demikian siswa mengalami kejenuhan, bosan, dan tidak nyaman lagi di sekolah. Tentunya siswa mudah terserang stress, depresi, tertekan dan mudah tersinggung. Didalam kelas siswa biasa berkelai, melawan guru atau menciptakan kesibukan sendiri dari pada mendengarkan mengikuti pelajaran. Siswa mestinya memecahkan suatu masalah dalam pelajaran tetapi siswa sekarang lebih senang memecahkan kaca-kaca jendela kelas.

Guru-guru Indonesia belum mampu berkompetensi dalam era pengetahuan. Guru lebih banyak menjadi konsumen dari pada produsen, sehingga kualitas pembelajaran pada perserta didik tidak siap.

Departemen Pendidikan Nasional akan merumuskan 3 kompetensi kunci untuk melengkapi system kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang saat ini sedang diimplementasikan di sekolah-sekolah. E-learning adalah model pembelajaran elektronik, yang mengusung teknologi digital sebagai medium utama proses pembelajarannya. E-learning juga disebut sebagai bentuk pembelajaran yang diperkaya oleh teknologi digital. Penguasaan Teknologi Informasi tunjang profesionalitas guru. Peran TI sangat strategis untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar di kelas maupun dalam bidang majemen system pendidikan.

Hal tersebut menunjukan bahwa baik-buruknya kualitas pendidikan seolah-olah ditentukan pada metode yang dipakai guru dalam mengajar. Tak henti-hentinya pakar-pakar pendidikan berteriak lantang menyuarakan pentingnya metode pembelajaran. Guru selalu menjadi obyek penderita bagi dunia pendidikan. Guru selalu pada pihak yang lemah namun dituntut harus menjadi seorang hero yang mampu merubah bangsa yang terbelakang menjadi bangsa yang superior.

Kurang transparannya pengelolaan keuangan sekolah, khususnya untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, sering diteriakan masyarakat melalui media masa. Tidak transparannya pengelolaan keuangan, berakibat banyak dana investasi pendidikan yang tidak sesuai peruntukannya. Guru dan karyawan diharuskan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat yang tidak diberi uang imbalan, sehingga guru tersebut manjadi malas bekerja dan tidak produktif. Fasilitas pendidikan dan alat peraga pembelajaran tidak pernah diadakan, sehingga pembelajaran hanya berkisar tulis-menulis yang monoton dan membosankan siswa.

Yang tahu larinya dana pendidikan adalah bendahara sekolah dan oknum yang lain. Sementara guru, siswa dan masyarakat tidak tahu, karena tidak adanya laporan dana investasi secara transparan. Sementara peran komite terdistorsi (peran dan fungsi komite membuat kepercayaan masyarakat semakin tipis). Seolah-olah peran komite sebagai pengacaranya sekolah atau selalu berpihak pada sekolah.

Mungkin dugaan masyarakat itu benar, bahwa dana pendidikan ada yang disalahgunakan. Kalau memang benar mestinya peran penegak hukum sangat diharapkan untuk menertibkan sekolah-sekolah dalam penggunaan dana pendidikan. Kenyataan di lapangan, bahwa tak satupun sekolah yang di audit baik oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) maupun BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan).

Dana investasi sekolah sangatlah cukup untuk kemajuan pendidikan. Sumber dana investasi berupa BOS dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dana rutin dari pemerintah dan dana dari donatur. Namun sekolah tersebut tidak ada tambahan fasilitas pendidikan yang berarti dan guru semakin tidak produktif karena tidak pernah menikmati hasil kerja kerasnya alias guru hanya kerja gotong-royong seperti relawan.

Apabila pengelolaan dana investasi sekolah benar-benar sesuai peruntukannya, sekolah-sekolah di Indonesia sudah lebih maju dan mampu bersaing dengan dunia pendidikan di Negara-negara Eropa. Namun sebaliknya, pelajar Indonesia sekarang ini sangat jauh ketinggalan alias gaptek (gagap teknologi) dengan negara-negara Eropa. Berarti salah satu yang menghambat kemajuan pendidikan Indonesia adalah pengelolaan dana investasi pendidikan kurang optimal.

Kebijakan Sistem Penilaian Pendidikan

Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Olehnya itu perlu suatu cara yang sistematis dan obyektif agar bisa maksimal sesuai apa yang diharapkan. Sistem penilaian dalam menentukan sistem pendidikan.
Sistem penilaian hasil belajar adalah keseluruhan komponen penilaian yg berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen penilaian hasil belajar.
Ada beberapa teknik penilaian di sekolah, antara lain berbentuk ulangan, ujian, pengamatan, portofolio dan penugasan yang diberikan guru kepada siswa.
Penilaian hasil belajar didasarkan atas prinsip-prinsip sahih, obyektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria dan akuntabel.
Sedangkan penilaian hasil belajar (HB) untuk pendidikan dasar dan menengah dilakukan pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah. Penilaian pendidik meliputi penugasan dan portofolio, pengamatan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas.
Penilaian lain adalah penilaian satuan pendidikan, yang meliputi rapat dewan pendidik dan ujian sekolah (US), sedangkan penilaian pemerintah dilakukan melalui ujian nasional (UN).
Penilaian melalui pengamatan berfungsi untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam kelompok mata pelajaran seperti agama dan akhlak mulia serta kewarganegaraan dan kepribadian, sedangkan penilaian melalui penugasan, ulangan dan ujian berfungsi untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam kelompok mata pelajaran IPTEK , estetika, olah raga dan kesehatan.

Akreditasi Sekolah / Madrasah

Mari kita mencoba menyederhanakan semuanya menjadi lebih simpel tanpa mengurangi makna dan tujuan akreditasi baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Akreditasi yang dilakukan oleh BAN ( Badan Akreditasi Nasional) merupakan suatu evaluasi secara keseluruhan dari suatu lembaga pendidikan dalam pelaksanaan dan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. BAN akan memotret secara lebih mendetail terhadap suatu lembaga pendidikan dan hal ini yang membuat sekolah merasa perlu juga untuk memberikan suatu pemandangan indah terhadap hasil akhir photografi BAN. Tetapi bukan berarti mengadakan sesuatu yang tidak ada, biarlah pemandangan itu apa adanya sehingga naturalisme sekolah tampak dan terintegrasi dalam keseharian. BAN akan mencoba memotret sekolah dari sisi fisik (baca; bukti fisik penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan), hal ini jelas menggambarkan secara keseluruhan bagaimana lembaga pendidikan tersebut melaksanakan penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan selama 5 tahun terakhir.

Walaupun ada beberapa kelemahan dan terkesan memaksakan keadaan dilapangan dalam pelaksanaan akreditasi yang dilakukan oleh BAN tetapi bukan berarti sekolah harus meng-eksplore hal tersebut. Menjadikan instrumen akreditasi dari BAN sebagai suatu pola penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang ideal itu lebih penting daripada kita harus mengeksploitasi kesalahan yang dilakukan oleh BAN sebagai lembaga yang menyelenggarakan akreditasi.
Sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan dan pelayanan pendidikan kepada masyarakat haruslah bertindak ideal sesuai dengan visi dan misi sekolah itu sendiri, tindakan ideal ini membuat sekolah akan merasa siap dengan apapun yang akan dilakukan oleh pemerintah, baik berupa akreditasi, evaluasi atau apapun namanya. Hasil akhir dari akreditasi merupakan gambaran secara umum potret sekolah dilihat dari sisi pemerintah maupun dari sisi masyarakat.
Dengan hal diatas maka pihak lembaga pendidikan sangatlah perlu untuk mempersiapkan segala sesuatunya dalam menghadapi akreditasi karena sangat tidak mungkin hanya dalam waktu 2-3 hari BAN akan memotret sekolah secara menyeluruh jika pihak sekolah tidak mampu bekerja sama dengan BAN.

Berikut beberapa tips dalam menghadapi akreditasi :

1. Recording Process (Proses Perekaman)
2. Mixing Process (Proses Penataan)
3. Mastering Process (Proses Pengkajian)
Setelah melewati serangkaian proses diatas, seharusnya segala hal yang berhubungan dengan instrumen akreditasi sudah tersedia atau bahkan lebih baik dari beberapa instrumen yang ada. Tetapi akan menjadi tidak indah seandainya kita tidak menata ulang apa-apa yang diperlukan untuk memenuhi instrumen akreditasi tersebut. BAN akan memotret keadaan sekolah, maka kita harus menata secara keseluruhan intrumen yang ada menjadi suatu pemandangan yang indah untuk dipotret. Hal ini bisa berupa dengan menitik beratkan kebutuhan yang ada dalam instrumen akreditasi, atau dengan menyediakan hal-hal yang terlupakan untuk disiapkan. Sekolah bisa memberikan tanda-tanda khusus yang terkait dengan instrumen akreditasi.

Mudah-mudahan ini bisa membantu sekolah-sekolah yang baru pertama kali menghadapi akreditasi atau bahkan bagi sekolah yang sudah berkali-kali kedatangan tim akreditasi. Menjadikan akreditasi sebagai suatu kegiatan yang menyenangkan dan menantang.

STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH: SEBUAH PERGULATAN ANTARA REALITA DENGAN HARAPAN

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Permasalahan tersebut bukan hanya pada peserta didik, tetapi juga pada tenaga kependidikan, sarana-dan prasarana, kurikulum, dan faktor pendukung pendidikan lainnya. Berpijak pada fakta tentang rendahnya mutu pendidikan di atas, Departemen pendidikan dan seluruh punggawa-nya melakukan semua usaha peningkatan mutu pendidikan tingkat dasar dan menengah melalui langkah-langkah yang prospektif. Peningkatan kualitas pendidikan tersebut, merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai standar nasional pendidikan.
upaya penciptaan pendidikan dasar dan menengah yang bermutu yang dapat menuju pada realita hakikat pendidikan.Bahwa pendidikan bermutu akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila didukung komitmen yang tinggi dan perencanaan yang baik, dilaksanakan secara transparan dan terperinci dengan jelas. Berkaitan dengan upaya tersebut, dalam hal ini, mengenai langkah-langkah strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah yang didasarkan pada fakta dan harapan.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, meskipun nilai Ujian Nasional (UN), bukan merupakan satu-satunya tolok ukur mutu pendidikan, maka pemerintah, tenaga kependidikan, LPTK, masyarakat, dan stake hoder lain perlu bergerak bersama-sama secara profesional dan proporsional untuk mencapai standar nasional pendidikan. Langkah strategis tersebut antara lain penciptaan kepastian hukum yang mengatur tentang kependidikan, penataan kurikulum, Penetapan Baku Mutu/Standar Pendidikan, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kependidikan (khususnya guru), pengelolaan satuan pendidikan yang berdasarkan asas good governance, Penciptaan Suasana yang Kondusif melalui Learning Habits & Learning Community untuk Mendukung Keberhasilan Pembelajaran.
Untuk menghadapi perbedaan antara fakta dengan harapan dalam pencapaian standar nasional pendidikan, pemerintah sebagai penanggungjawab pendidikan seyogyanya menerapkan konsep-konsep pendidikan modern dan menjauhkan penataan pendidikan dari muatan-muatan politis, sehingga anggaran pendidikan sebesar 20% sebagaimana yang akan dilaksanakan dalam tahun 2009 nanti dapat dialokaksikan secara proporsional, dikelola secara profesional berdasarkan asas good governance. Guru sebagai salah satu ujung tombak peningkatan mutu pendidikan perlu terus meningkatkan kompetensi di segala bidang, termasuk terus belajar dan mengabdi sesuai dengan komnpetensinya masing-masing. Masyarakat sebagai salah satu unsur utama dalam pendidikan perlu memberikan apresiasi kepada penyelenggara pendidikan dan tidak menutup mata terhadap kendala-kendala teknis yang mungkin terjadi di lingkungan pendidikan.

Senin, 30 November 2009

Uji Publik Draf Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Tinggi Program Sarjana
Oleh Bambang pada 10/27/09 •
Rubrik Berita

BSNP, sebuah lembaga independen yang dibentuk berdasar PP no 19/2005, mengemban amanah untuk menyusun beberapa standar nasional pendidikan. Salah satunya adalah standar sarana prasarana pendidikan tinggi. Kajian awal menunjukkan bahwa saat ini di Indonesia masih banyak kampus perguruan tinggi yang belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran yang bermutu. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 angka 8 Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan tinggi sehingga lulusannya dapat bersaing di era global. Standar ini akan berfungsi sebagai acuan dasar yang bersifat nasional bagi semua pihak yang berkepentingan, dalam tiga hal, yaitu (1) perencanaan dan perancangan sarana dan prasarana; (2) pelaksanaan pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana; dan (3) pengawasan ketersediaan dan kondisi sarana dan prasarana.

Dalam penyusunan standar ini BSNP membentuk tim ahli yang dikoordinasi oleh Prof. Dr. Edy Tri Baskoro Sekretaris BSNP. Tim ahli berasal dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Penyusunan standar didasarkan atas kajian terhadap standar serupa di perguruan tinggi di luar negeri, kondisi sekarang di Indonesia, dengan mengikutsertakan wakil-wakil dari stakeholder pendidikan tinggi se Indonesia.
Standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi yang disusun meliputi standar Prasarana (lahan, bangunan, ruang-ruang) dan standard Sarana ( perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku & sumber belajar lain, bahan habis pakai, teknologi komunikasi dan informasi, dan perlengkapan lain) untuk program sarjana pada sekolah, tinggi, institute, dan universitas.

Standar nasional sarana prasarana ini terdiri atas standar sarana prasarana yang berlaku untuk semua program studi di semua sekolah tinggi, institut dan universitas, serta standar prasarana dan sarana yang khusus untuk bidang-bidang ilmu tertentu.
Lahan. Luas lahan minimum adalah 4.900 m2 untuk sekolah tinggi dengan populasi mahasiswa ? 480 orang, 9.600m2 untuk institut dengan populasi mahasiswa ? 960 orang, dan 14.800m2 untuk universitas dengan populasi mahasiswa ? 1.600 orang. Selain itu lahan mesti terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.
Bangunan. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah 60% dengan mutu kelas A dengan memperhatikan aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, dan kenyamanan serta aksesibilitas. Bangunan terdiri dari ruang manajemen, ruang akademik umum, ruang akademik khusus, dan ruang penunjang.

Perpustakaan. Minimum terdapat satu ruang perpustakaan per perguruan tinggi. Luas minimum ruang perpustakaan adalah 200 m2. Ruang perpustakaan memiliki rasio 0.2 m2 per mahasiswa satuan pendidikan tersebut. Koleksi perpustakaan terdiri atas 2 judul per mata kuliah, 1000 judul buku pengayaan, 2 judul jurnal ilmiah per program studi, disertai dengan buku referensi dan sumber belajar lain.

Pada hari ini, Minggu, 25 Oktober 2009, bertempat di Jakarta, diadakan uji publik draf standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi program sarjana. Tujuan uji publik ini adalah untuk mendapatkan masukan dari publik, melakukan semi-sosialisasi draf standar yang sedang dikembangkan BSNP sehingga publik dapat mengetahui lebih dini atas standar yang akan diterbitkan. Di samping itu, uji publik dilakukan untuk menjaring komitmen dari berbagai pihak demi penyempurnaan draf sehingga dapat diimplementasikan dengan lancar .

Kegiatan uji publik ini melibatkan 55 peserta dari 25 provinsi di Indonesia yang mewakili universitas, institut, sekolah tinggi, baik negeri maupun swasta; asosiasi perguruan tinggi, unsur media, birokrat, pustakawan, dan seroang wakil dari anggota DPR RI Komisi X.

Masukan dari peserta uji publik ini akan digunakan dalam finalisasi draf standar yang telah disusun selama delapan bulan ini. Draft final kemudian akan direkomendasikan oleh BSNP kepada Menteri Pendidikan Nasional RI yang akan menetapkan draf tersebut menjadi sebuah peraturan menteri tentang stadar sarana prasarana pendidikan tinggi.

http://bsnp-indonesia.org/id/?p=372

Inilah Aneka Berita Seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional

Inilah Aneka Berita Seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional


Dari tahun ke tahun penyelenggaraan Ujian Nasional selalu diwarnai dengan pro-kontra. Di satu pihak ada yang meyakini bahwa Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa masih tetap diperlukan. Tetapi di lain pihak, tidak sedikit pula yang menyatakan menolak Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa. Masing-masing pihak tentunya memliki argumentasi tersendiri.

Berikut ini disajikan aneka berita seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber, yang tentunya baru sebagian kecil saja dari sejumlah berita yang saat ini sedang hangat diberitakan dalam berbagai mass media.

BERITA PRO UJIAN NASIONAL

1. Penerbitan Permendiknas Ujian Nasional 2010
Mendiknas menerbitkan peraturan No.74 dan 75 tentang Panduan UN Tahun Pelajaran 2009-2010 SD dan SMP/SMA/SMK, ditandatangani oleh Mendiknas Bambang Sudibyo per tanggal 13 Oktober 2009. Salah satu isinya menyebutkan bahwa Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. (baca selengkapnya Depdiknas )
2. Kalah di MK Soal UN, Pemerintah Segera Ajukan PK
Menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi ujian nasional yang diajukan oleh pemerintah, Pemerintah akan kembali melakukan upaya hukum yang terakhir yakni pengajuan peninjauan kembali. “Terus terang saya belum membaca keputusan MA. Yang jelas kita menghormati apa pun keputusan lembaga hukum. Siapa pun juga harus menghormati upaya-upaya hukum yang masih dilakukan. Untuk selanjutnya, tentu pemerintah akan menggunakan hak yang dimiliki,” kata Menteri Pendidikan Nasional RI Mohammad Nuh seusai upacara bendera Peringatan Hari Guru, Rabu (25/11) di halaman Departemen Pendidikan Nasional RI, Jakarta. (baca selengkapnya Kompas.com)
3. 2010, UN Bukan Penentu Kelulusan
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh mengatakan, pada tahun 2010 Departemen Pendidikan Nasional (depdiknas) akan melakukan perubahan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tetapi pihaknya menyangkal jika perubahan tersebut dikaitkan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi dari pemerintah berkait keputusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta tentang pelaksanaan UN. (baca selengkapnya Republika Online)
4. Ujian Nasional Jalan Terus
Salah satu anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Mungin Eddy Wibowo, mengatakan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tak memengaruhi penyelenggaraan UN pada 2010. “Kami akan tetap menyelenggarakan UN pada 2010 sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, dan hal itu juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,” kata Mungin. (baca selengkapnya Kompas.com)
5. Hasil UN Meningkat, Pemerintah Puas
Pemerintah atau Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), mengaku merasa puas dengan hasil Ujian Nasional (UN) 2008/2009 yang secara nasional persentasenya mengalami kenaikan.(baca selengkapnya: Diknas.go.id.

BERITA KONTRA UJIAN NASIONAL
1. Press Realease dari Mahkamah Agung
Mahkamah Agung menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional, dalam perkara Nomor : 2596 K/Pdt/2008 dengan para pihak Negara RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono; Negara RI cq Wakil Kepala Negara, Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, Bambang Soehendro melawan Kristiono, dkk (selaku para termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding.(baca selengkapnya Mahkamah Agung )
2. Pasca Putusan MA, Pemerintah Perlu Tinjau UN
“… Dari segi hukum perlu diapresiasi, karena setidaknya putusan MA itu perlu dikritisi oleh pemerintah untuk benar-benar meninjau kembali UN, yang selama ini terjadi pemerintah tidak pernah melakukan itu,” ujar Dr Anita Lie, dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika WIdya Mandala Surabaya.
“….Sementara itu, menurut Sekretaris Institute for Education Reform Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen, ada hal lebih penting dari putusan MA tersebut, yaitu soal pemborosan. Abduh mengatakan, pemborosan terjadi akibat dikeluarkannya kebijakan UN ulang bagi siswa yang tidak lulus. “Dengan model yang seperti ini, UN sampai saat ini tidak memperlihatkan satu hal pun yang menyangkut soal peningkatan mutu anak didik,” ujarnya. Abduh menegaskan, kalau tidak dikritisi oleh masyarakat, kondisi yang terjadi akan terus begini. “UN itu tentu bisa diadakan, tetapi kalau sudah dilakukan perubahan pada kerangka pendidikan nasional yang bermutu secara menyeluruh, namun kenyataannya secara makro hal itu tidak ada sama sekali, tidak ada kompromi,” tambahnya. (Baca selanjutnya Kompas.com)
3. Putusan Kasasi UN Dirayakan dengan Tumpeng
Peringatan Hari Guru di Bandung dirayakan dengan tumpengan oleh guru, siswa, dan masyarakat pemerhati pendidikan. Syukuran ini juga dilakukan terkait ditolaknya permohonan kasasi pemerintah mengenai ujian nasional oleh Mahkamah Agung. (Baca se;engkapnya Kompas.Com )
4. Pemerintah Dinilai Langgar Hukum Jika Tetap Gelar Ujian Nasional
Pemerintah dinilai melanggar hukum jika tetap menyelenggarakan Ujian Nasional tahun depan. Sebab, putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi yang diajukan pemerintah dianggap sudah final. (baca selengkapnya Tempointeraktif )
5. Guru Menuntut Ujian Nasional Dibatalkan
Para guru yang tergabung dalam Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas), Jumat (27/11), menuntut agar Ujian Nasional dibatalkan, menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi perkara UN yang diajukan pemerintah. (baca selengkapnya Kompas.Com )
6. Wakil Ketua MPR Setuju Penghapusan Ujian Nasional
Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin meminta pemerintah menerima putusan MA yang membatalkan ujian nasional. Ketimpangan fasilitas pendidikan menjadikan pendidikan di Indonesia tidak pantas lagi distandarisasi secara nasional. (baca se;lanjutnya : Detik News )
7. Mahasiswa Demo Minta Ujian Nasional Dihapus
Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) Polewali Mandar, Sulawesi Barat, melakukan aksi unjuk rasa di kantor dinas pendidikan setempat. Dalam orasinya para mahasiswa mendesak pemerintah dan dinas pendidikan untuk bertanggung jawab dengan bobroknya pelaksanaan ujian nasional tahun ini. (baca se;lanjutnya : Liputan6.com)
8. Tolak UN, BEM Universitas Palangkaraya Demo
Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangkaraya berdemo di halaman Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah. Mereka menolak ujian nasional sebagai standar kelulusan. (baca se;lanjutnya: Kompas.com)
BERITA “KORBAN” UJIAN NASIONAL
1. Peserta UN Dicampur, Guru Bingung
… Kebijakan mencampur peserta UN itu membingungkan pihak sekolah, guru, dan siswa. Apalagi hingga saat ini kepastian soal perubahan-perubahan teknis dalam pelaksanaan UN belum juga disampaikan secara resmi ke sekolah.Sejumlah pimpinan sekolah dari berbagai daerah, Rabu (25/11), mengatakan, rencana mencampur peserta UN menambah beban psikologis pelajar. (baca selengkapnya: Kompas. com)
2. Kisah Pahit Para Korban Ujian Nasional
Ujian nasional digugat. Ujian sebagai standarisasi kelulusan itu dianggap mengabaikan prestasi yang dibina anak didik selama bertahun-tahun. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal dalam ujian nasional. Seperti yang dialami Siti Hapsah pada 2006. Mimpinya kuliah di Institut Pertanian Bogor sirna gara-gara ujian ujian nasional. Ia dinyatakan tak lulus ujian nasional lantaran nilainya kurang 0,26. (baca selengkapnya VivaNews)
3. Pelajar Alami Gangguan Jiwa Hadapi UN {Video)
Seorang siswi kelas 3 SMP Negeri 4 Kendari, Sulawesi Tenggara mengalami gangguan jiwa setelah terlalu banyak belajar menghadapi ujian nasional. (baca selengkapnya VivaNews)
4. Bunuh Diri Karena Tak Lulus UN
Gara-gara tak lulus ujian nasional (UN) SMA, seorang pemuda nekat bunuh diri. Diduga karena tak kuat menahan beban psikis, Tri Sulistiono (21) memilih mengakhiri hidupnya dengan cara melompat ke dalam sumur. (baca selengkapnya Suara Merdeka)
5. Mengurung diri setelah gagal UN, Edy akhirnya bunuh diri
Edi Hartono (19), aib karena gagal UN masih terus terasa menyesakkan. Setelah mengurung diri di rumah neneknya, mantan siswa SMA di Besuki itu akhirnya bunuh diri. (baca selengkapnya: Kompas. com)
6. Gagal UN, Siswi SMP Mencoba Bunuh Diri
Hasil ujian nasional sekolah menengah pertama nyaris membawa korban jiwa di Banyuwangi, Jawa Timur, belum lama ini. Ida Safitri, siswi SMPK Santo Yusuf, mencoba bunuh diri dengan menenggak puluhan pil tanpa merek karena gagal lulus. Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan setelah pihak keluarga segera membawanya ke rumah sakit. (baca selengkapnya: Liputan6.com)
7. Siswa SMK Coba Bunuh Diri, Diduga Karena Tak Bisa Ikut UN
Ujian Nasional (UN) adalah segalanya bagi seorang siswa. Diduga karena stres tidak bisa ikut UN, Hendrik Irawan (19) nekat minum racun serangga. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan. (baca selengkapnya : DetikNews.com.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/28/inilah-aneka-berita-seputar-pro-kontra-kebijakan-ujian-nasional/

Pelayanan Bimbingan pada Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional

Pelayanan Bimbingan pada Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional

Pelayanan bimbingan sangat diperlukan agar potensi yang dimiliki oleh peserta didik dapat dikembangkan secara optimal. Program bimbingan diarahkan untuk dapat menjaga terjadinya keseimbangan dan keserasian dalam perkembangan intelektual, emosional dan sosial.

Selain itu program bimbingan diharapkan dapat mencegah dan mengatasi potensi-potensi negatif yang dapat terjadi dalam proses pembelajaran pada SKM/SSN. Potensi negatif tersebut misalnya peserta didik akan mudah frustasi karena adanya tekanan dan tuntutan untuk berprestasi, peserta didik menjadi terasing atau agresif terhadap orang lain karena sedikit kesempatan untuk membentuk persahabatan pada masanya, ataupun kegelisahan akibat harus menentukan keputusan karir lebih dini dari biasanya. (Semiawan, 1997).

Layanan bimbingan diperlukan siswa untuk memenuhi kebutuhan individual anak baik secara psikologis maupun untuk mengembangkan kecakapan sosial agar dapat berkembang optimal. Hal ini senada dengan pendapat Leta Hollingworth yang dikutip Wahab (2004) yang mengindikasikan bahwa “gifted children do have social/emotional needs meriting attention”. Ditegaskan bahwa betapa pentingnya persoalan kebutuhan sosial/emosional anak berbakat memerlukan perhatian orang dewasa di sekitarnya, karena boleh jadi kondisi demikian akan berpengaruh kepada kinerja dan aktivitas anak dalam belajarnya.
Lain dengan Pirto (1994) yang mengedepankan model bimbingan yang dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengatasi masalah anak adalah multi model. Artinya tidak hanya menggunakan satu model pendekatan karena diharapkan dengan model yang beragam lebih mampu mengatasi beberapa persoalan yang dihadapi anak, terlebih-lebih dalam mengatasi aspek sosial maupun emosional.

Model lain dikemukakan oleh Wahab (2003) bahwa model pembimbingan yang dipandang memiliki efektifitas tinggi untuk mengembangkan kecakapan sosial-pribadi peserta didik adalah development model. Dengan model ini dapat membantu pengembangan potensi kecakapan sosial-pribadi yang dimiliki peserta didik, sehingga mereka dapat mengendalikan perilaku sosial-emosionalnya secara produktif. Dengan kata lain model layanan bimbingan yang dapat diberikan kepada peserta didik dalam mengikuti program SKM/SSN adalah model perkembangan, multi model, development model yang disesuaikan dengan karakter individual peserta didik agar perkembangan sosio-emosional mereka dapat berkembang dengan baik terutama dalam menyelesaikan pendidikan.

Bimbingan tersebut dapat diupayakan dengan melakukan langkah seperti 1) Pertemuan rutin dengan orang tua siswa untuk saling bertukar informasi, 2) Menghimpun berbagai data dari guru yang mengajar, khususnya berkaitan dengan aktivitas siswa pada saat pembelajaran, 3) Menjaring data dari siswa melalui daftar cek masalah, sosiometri kelas, angket maupun wawancara (Munandar, 2000).

Sumber:
Depdiknas.2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/09/01/pelayanan-bimbingan-pada-sekolah-kategori-mandiri-sekolah-standar-nasional/